Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taiwan. Taman Nasional Taroko (Taroko National Park) atau Hutan Taroko di Xuilin Township, Hualien, Taiwan, memberi kesan tersendiri bagi siapa saja yang melepaskan lelah dan rutinitas sehari-hari. Itu tidak saja soal perbukitan hijau dan ragam pepohonannya, tetapi juga tentang ragam hewan penghuninya, mulai dari babi, monyet, burung dan lainnya. Selingan kicauan burung menemani heningnya malam.
Namun di tengah keheningan itu, sambutan akrab nan hangat diberikan warga Taroko, kelompok dari suku asli Aborigin Taiwan, kepada para pengunjungnya, di bawah pimpinan suku Taroko, Joseph.
Di sana, ada Taroko Village Hotel. Kamarnya tak banyak, hanya sekitar 30 unit. Mengapa sedikit, adalah karena status hotel itu yang berdiri di taman nasional. Pemerintah Taiwan membatasi jumlah kamar.
Taroko Village Hotel, didesain tak ubahnya rumah di perkampungan. Papan kayu pilihan menghiasi bagian eksteriornya. Sementara interiornya, sama dengan hotel berbintang berikut fasilitasnya.
Meski babi menjadi ikon karena makanan kebanggaan turun temurun suku Taroko, namun tidak perlu khawatir. Santapan halal juga disediakan. Suku Taroko menaruh apresiasi tinggi bagi pengunjung Muslim.
Bagi warga Taroko, kedatangan tamu merupakan kehormatan besar. Mereka mengapresiasi tamu dengan pagelaran hiburan seni dan budaya khas Taroko. Tak tanggung-tanggung, setiap sesi hiburan, dipertunjukkan maksimal nan menghibur sekaligus menginspirasi.
Medanbisnisdaily.com bersama sejumlah media lainnya dan selegram/youtuber dari Indonesia 2-8 Juli 2019, yang berkesempatan hadir di sana, juga merasa sangat terhibur. Begitu juga dengan pengunjung lainnya.
Di sesi terakhir, para pengunjung diajak berbaur sambil bergandengan tangan memainkan tarian khas suku Taroko. "Terima kasih, semoga senang hati dan berkenan datang lagi," sebut para anak muda suku Taroko dalam bahasa Taiwan, usai pertunjukan.
Lewat aksi seni dan budaya itu juga, mereka menunjukkan eksistensi suku Taroko yang pada masa kolonialisme China dan Jepang hampir punah. Pada 1970, suku Taroko yang jumlahnya tidak banyak, mulai menunjukkan jati diri.
Gagasan untuk mempertahankan keberadaan suku Taroko terus dilakukan hingga terbentuknya sebuah Yayasan. Lewat pertunjukan seni budaya itu pula, pengunjung diajak mengenal sekaligus mendukung keberadaan suku Taroko.
"Kami setiap malam tampil menghibur pengunjung dengan seni budaya khas Taroko. Kami akan sangat bersenang hati jika kami suku Taroko mendapat tempat di hati para pengunjung," sebut Joseph, yang juga Manager Taroko Village Hotel itu.
Adi dari Biro Wisata Taiwan menuturkan, banyak pengunjung dari berbagai negara, termasuk Indonesia dan Asia Tenggara, mengunjungi kawasan hutan nasional Taroko.
Umumnya bagi warga Taiwan dari perkotaan, menghabiskan liburan untuk mencari ketenangan jiwa di hutan Taroko. "Mereka mencari ketenangan jiwa, ingin lepas sejenak dari rutinitas yang super sibuk sehari-hari ke hutan Taroko ini," sebut Adi.