Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Dua hakim agung dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) berkaitan dengan putusan kasasi yang melepaskan Syafruddin Arsyad Temenggung dari jerat hukum terkait dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Pelapor berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi yang digawangi Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
"Hari ini, Koalisi resmi melaporkan 2 hakim agung yang memutus lepas perkara atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, yang mana beberapa waktu lalu sempat mengemuka berita ini dan kita anggap ada beberapa pertimbangan yang diucapkan oleh Kabiro Humas MA ketika membaca intisari dari putusan tersebut," kata salah seorang perwakilan koalisi itu, Kurnia Ramadhana, saat ditemui di kantor KY, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (23/7/2019).
Kurnia menilai ada hal yang tidak beres di balik putusan tersebut. Seperti diketahui pengajuan kasasi itu dilakukan Syafruddin yang dijerat KPK sebagai mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait BLBI. Syafruddin divonis 13 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama dan dikuatkan menjadi 15 tahun penjara di tingkat banding.
Tiba-tiba putusan lepas di Mahkamah Agung (MA) dinilai Kurnia janggal. Apalagi, menurut Kurnia, adanya perbedaan pendapat di antara hakim yang mengadili kasasi tersebut. Untuk diketahui majelis hakim yang mengadili perkara itu terdiri dari Salman Luthan sebagai ketua majelis hakim dengan 2 hakim anggota yaitu Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Askin.
"Kita menganggap ada putusan yang cukup jomplang karena pada tingkat sebelumnya, Tumenggung pada tingkat pertama divonis 13 tahun di tingkat banding bahkan diperberat 15 tahun kenapa justru di tingkat kasasi yang bersangkutan justru dilepas yang mana menyatakan dakwaan terbukti akan tetapi bukan merupakan tindak pidana," ucap Kurnia.
Kurnia turut menyinggung perbedaan pendapat atau dissenting opinion di balik putusan kasasi tersebut. Salman menyatakan perkara termasuk tindak pidana, tetapi Syamsul menyebut perkara seharusnya masuk ke perdata dan Askin mengarahkan perkara sebagai administrasi.
"Sebenarnya yang cukup disesalkan ketika adanya dissenting opinion tapi ketua majelis tidak berinisiatif untuk menambah komposisi majelis padahal di peraturan perundang-undangan kita memungkinkan ketika ada deadlock putusan atas voting untuk menambah komposisi majelis agar perhitungan voting lebih fair," kata Kurnia.
Di sisi lain Kurnia menyoroti adanya salah satu dari hakim itu yang masih membuka kantor advokat yang menurutnya tidak selaras dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Namun Kurnia tidak menyebutkan siapa hakim yang dimaksudnya itu.
Di tempat yang sama Ketua KY Jaja Ahmad Jayus berjanji menindaklanjuti laporan ini. Apabila nantinya KY menemukan adanya pelanggaran maka, menurut Jaja, sanksi siap dijatuhkan tergantung kategorinya.
"Ya tentunya laporan itu sesuai standar peraturan KY, diterima nanti kita akan proses sebagaimana ketentuan tata cara memproses laporan di komisi yudsial berdasarkan Peraturan KY Nomor 2 Tahun 2015," ujar Jaja.
"Sanksi ringan diberikan teguran lisan, tertulis, pernyataan tidak puas. Sanksi sedang sampai ada nonpalu sampai enam bulan. Kalau sanksi berat, ada sanksi nonpalu ada enam bulan lebih sampai dengan pemberhentian tidak dengan hormat, tergantung nanti tingkat kualifikasi pelanggarannya," imbuhnya. dtc