Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Judul tulisan ini telah memfomulasikan masalah banjir di Kota Medan.Pantang hujan lebat turun, kota ini pun tergenang. Apalagi jika ada banjir kiriman dari hulu, beberapa sungai yang membelah Kota Medan pun meluap ke jalanan dan pemukiman.
Salah satu penyebabnya karena sungai-sungai semakin sempit dan dangkal. Maklum, masih banyak warga kota yang membuang sampah ke sungai. Sebetulnya, Pemko Medan telah berupaya melakukan normalisasi. Namun belum memadai.
Perbaikan drainase pun sepenggal-sepenggal, sesuai kemampuan APBD yang terbatas. Sistem drainase belum mampu mengalirkan genangan banjir di berbagai kawasan ke Sungai Deli dan Sungai Babura. Termasuk banjir rob Belawan yang hingga kini belum tertanggulangi.
Adapun banjir kiriman jelas di luar kendali Pemko Medan. Perambahan hutan di hulu yang menyebabkan hujan di hulu merembes ke kota Medan adalah wilayah Pemkab Deliserdang dan Pemkab Karo. Diperlukan kerja sama antardaerah.
Namun sungai-sungai harus dikeruk. Butuh biaya besar pula. Tapi harap diingat bahwa pengerukan sungai ini adalah wewenang Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Kementerian PUPR).
Tragisnya, Kanal Marendal itu pun tak lagi berfungsi. Luapan sungai tidak lagi terkoneksi ke kanal.
Saya menjadi mafhum bahwa sebukit masalah itulah, yang mendorong Wali Kota Medan Dzulmi Eldin tidak lagi maju sebagai calon Wali Kota pada Pilkada Serentak 2020. “Saya sudah selesai lah. Kalau ada yang lebih baik, silakan,” kata Eldin kepada sejumlah wartawan, Rabu (7/8).
Dia mengatakan tidak lagi berambisi menjadi Wali Kota Medan. “Kalau kita tidak bisa berbuat untuk Medan, buat apa? Maksud saya, jangan (hanya) semangat gagah-gagahan saja. Oh, aku ingin jadi Wali Kota Medan. Pengen top. Jangan seperti itulah,“ ujarnya.
“Jika ada yang kebih baik, punya komitmen lebih berbuat untuk Medan, mengatasi masalah-masalah yang ada saat ini, seperti banjir dan lainnya, silakan saja,” ujar Eldin
Eldin mengisyaratkan, diperlukan orang yang mampu menjembatani antara pusat dan daerah. Karena memang ada kewenangan yang melibatkan pusat, misalnya, soal pengerukan sungai tersebut.
Saya teringat ucapan ekonom Jhon Tafbu Ritonga dalam sebuah seminar, bahwa untuk membangun Kota Medan harus dimulai dari pusat. Yakni, diperlukan figur yang mampu melakukan lobi-lobi ke pusat, sehingga anggaran yang besar pun mengalir.
Jika tidak, kota ini akan tetap disandera oleh pepatah, “maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai”.