Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pembenahan lembaga pengadilan, selain secara struktural, juga sumber daya manusianya. Untuk mendapatkan sumber daya yang baik, maka Mahkamah Agung (MA) harus melibatkan Komisi Yudisial (KY) untuk menyeleksi hakim.
"Selain perlunya diformulasikan regulasi yang tepat agar kemudian tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari, permasalahan sistem seleksi hakim harus dapat diputuskan dengan pertimbangan yang lebih mengedepankan kemaslahatan. Agar cita-cita reformasi peradilan yang berjalan stagnan dapat kembali berjalan ke arah yang benar serta permasalahan defisit sumber daya hakim dapat segera terselesaikan," kata Badan Pengkajian MPR.
Hal itu dikutip dari Draf 4 Rekomendasi MPR tentang Penataan Kekuasaan Kehakiman yang disusun Badan Pengkajian MPR, Rabu (14/8/2019). Badan Pengkajian MPR adalah salah satu alat kelengkapan MPR.
"Tidak hanya itu, yang patut diingat bahwa sistem shared responsibility akan berjalan dengan baik pabila lembaga-lembaga siap dari segala aspek," ujarnya.
Menurut MPR, sistem satu atap MA dinilai sudah kebablasan. Karena tidak ada lagi prinsip check and balance. Menurut MPR, sistem shared responsibility tidak akan mengganggu atau merusak independensi MA.
"Sejatinya dalam melakukan rekrutmen hakim, faktanya MA tetap berkoordinasi atau berhubungan dengan kementerian/lembaga lagi untuk menyusun proses dan mekanisme serta menentukan formasi. Termasuk juga membahas konsekuensi anggaran yang akan muncul," paparnya.
MA yang menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang dalam perekrutan hakim, justru akan semakin memperkuat potensi ketidakakuntabelan proses atau bisa disebut rentan untuk disimpangkan.
"Sistem shared responsibility ini sebagaimana dipahami merupakan pembagian peran, tugas, wewenang serta tanggung jawab antara MA dan KY berkaitan dengan manajemen pengelolaan jabatan hakim yang diatur komprehensif (mulai dari pengangkatan hingga pemberhentian hakim," ujarnya.
Selain mengusulkan pembenahan sistem rekrutmen hakim, Badan Pengkajian MPR juga mengusulkan agar uji materi di bawah UU yang diadili oleh MA, ditarik dan dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ke depannya, seluruh uji materi peraturan dilakukan oleh MK semata dengan harapan menjaga konsistensi putusan.
Oleh sebab itu, Badan Pengkajian MPR menyimpulkan dalam rangka memperkuat akuntabilitas penyelenggaraa kekuasaan kehakiman, peran Komisi Yudisial sebagai penjaga keluhuran dan martabat seluruh hakim perlu dipertegas di dalam Konstitusi.
"Adapun saran dari penelitian ini, dapat dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap UUD NRI, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, UU Mahkamah Konstitsi, UU Komisi Yudisial serta melakukan perubahan terhadap peraturan pelaksana pada MA, MK dan KY setelah dilakukan perubatan UU yang mengatur masing-masing lembaga," cetusnya.(dtc)