Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) hingga saat ini masih menjadi pembahasan di DPR. Komnas Perempuan pun mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS sebelum masa jabatan Anggota DPR periode 2014-2019 berakhir pada 30 September.
"Jadi kami berharap pengesahan dilakukan tahun ini tidak lagi ditunda dan harus diperjuangkan lagi masuk ke dalam Prolegnas prioritas untuk 5 tahun ke depan," kata Ketua Komnas Perempuan, Azriana saat jumpa pers di kantornya, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2019).
Azriana enggan RUU PKS kembali masuk dalam prolegnas DPR periode 2019-2024. Dia pun berharap RUU PKS dapat disahkan September ini. Sebab, saat ini Indonesia sangat membutuhkan RUU PKS untuk memberikan akses keadilan bagi perempuan dan anak.
"Agar segera bersama pemerintah segera membentuk DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) dan segera membahas DIM dan membuat tim perumus termasuk tim sinkronisasi dengan hukum positif yang ada dan juga RUU hukum pidana yang saat ini sedang dibahas. Serta memastikan pembahasan RUU ini dapat berakhir dengan pengesahan pada 25 September sesuai jadwal yang sudah disiapkan anggota DPR," tuturnya.
Kendati demikian, Azriana meminta kepada DPR untuk mempertahakan unsur pemidanaan terhadap pelaku di dalam RUU PKS. Hal itu guna mengatur perlindungan hukum dan mempertimbangkan kerentanan korban kekerasan seksual.
"Untuk panitia kerja DPR RI RUU PKS kami meminta agar mempertahankan muatan pengaturan pemidanaan pelaku dan pengaturan pelindungan terhadap korban, dalam hal ini pengaturan pelidungan hukum acara khusus yang ada di dalam naskah RUU dengan mempertimbangkan kerentanan perempuan dan anak sebagai korban, sehingga membangun politik hukum yang kondusif bagi penghapusan diskriminasi perempuan sebagai telah dimandatkan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita," kata Azriana.
Sebab, menurut Azriana, dalam perjalanannya, RUU PKS saat ini belum memberikan akses keadilan kepada perempuan dan anak. Sebab, kata Komnas Perempuan, dalam perjalanannya, RUU itu justru tidak akan mengatur pemidanaan.
"Ini perlu kita catat bahwa perkembangan ini RUU PKS tidak memiliki kedayagunaan yang kuat dalam membangun kesetaraan perempuan korban di depan hukum. Saya kira ini melemahkan posisi korban mendapatkan akses keadilan," ujarnya.
Seperti diketahui, RUU PKS hingga saat ini masih menjadi pembahasan di DPR. Wakil Ketua Komisi VIII dari F-PKB Marwan Dasopang mengatakan penyelesaian RUU PKS masih menunggu RUU KUHP. Sebab, ada aturan-aturan di mana RUU PKS menginduk pada RUU KUHP khususnya tentang pemidanaan perkosaan, pencabulan, dan perzinahan.(dtc)