Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumatera Utara (Sumut) menetapkan sikap untuk makukan penolakan terhadap rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sekretaris LAPK Sumut Padian Adi Siregar menyampaikan, hal ini dilakukan karena menurutnya, selain rencana kenaikan yang hingga dua kali lipat (100%) ini tidak populis, juga dianggap dapat menambah beban hidup rakyat di saat kemampuan ekonomi yang sedang sulit.
"Rencana kenaikan iuran ini juga sangat menciderai rasa keadilan di masyarakat. Bagaimana tidak, kinerja BPJS Kesehatan yang dinilai buruk, justru tidak berbanding lurus dengan evaluasi kinerja yang dilakukan di tubuh manajemen. Jadi bukan malah ditambah dengan kenaikan iuran," ungkapnya kepada wartawan, Senin (2/9/2019).
Padian menjelaskan, menaikkan iuran bukan merupakan cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan BPJS Kesehatan yang tengah mengalami defisit dan terhimpit beban utang milyaran rupiah ke beberapa Rumah Sakit. Melainkan menurut dia, hal ini karena pemerintah yang tidak berhasil dalam menekan angka penyakit yang membuat pembiayaan BPJS menjadi membengkak.
"Pelayanan BPJS Kesehatan juga masih tidak maksimal, apalagi penyakit yang ditanggung kini sudah terbatas. Jadi wajar, rencana kenaikan iuran ini mendapat penolakan dari peserta BPJS Kesehatan," jelasnya.
Oleh karena itu, imbuh Padian, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hanya menjadi jargon semata. Karena fakta yang ada kata dia, program ini justru hanya menjadi mesin pemeras, karena rakyat yang dipungut iuran mahal, malah tidak merasakan betul manfaat kepesertaan BPJS Kesehatan yang tidak menanggung biaya pengobatannya.
"Bukankah tujuan rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan untuk mengurangi beban biaya pengobatan yang sangat mahal, bukan malah justru kebalikannya menjadi peserta JKN malah lebih mahal dibandingkan asuransi konvensional," imbuhnya.
Namun demikian, tambah Padian, jika pemerintah tetap ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan, maka pemerintah harus melakukan reformasi total terhadap pengelolaan BPJS Kesehatan. Reformasi ini, papar dia antara lain yakni, menghilangkan kelas layanan, iuran BPJS berkeadilan dengan yang mampu untuk membayar lebih tinggi.
Kemudian, daftar peserta BPJS Kesehatan kategori PBI harus diverifikasi ulang agar lebih transparan dan akuntabel. Manajemen BPJS Kesehatan harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri/pekerja bukan penerima upah, yang mencapai 54 persen.
"Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJS Kesehatan. Di sisi yang lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan semakin tinggi," ujarnya.
Terakhir, Padian menimpali, verifikasi untuk menjadi mitra faskes tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik juga harus dilakukan verifikasi. Khususnya yang terkait dengan ketersediaan dan jumlah dokter.
"Selain itu, perlu didorong pemerintah untuk memprioritaskan skenario yang lain, seperti merelokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok untuk menambal defisit finansial BPJS Kesehatan, dan tidak perlu menaikkan tarif. Kenaikan tarif adalah skenario terakhir, atau setidaknya pemerintah melakukan kombinasi keduanya," pungkasnya.