Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah berinisiasi menaikkan bea masuk impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan. Hal ini merupakan tindak lanjut dari gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia baru di sidang sengketa dagang World Trade Organization (WTO).
"Jadi kita akan memperhatikan terkait dengan tarif. Bea masuknya maksudnya. Kita akan diskusikan lagi di internal. Ya seperti itu (akan dinaikkan ketika masa panen)," jelas Direktur Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Maksudnya, ketika masa panen atau produksi hortikultura dan produk hewan melimpah, pemerintah akan menerapkan tarif yang lebih tinggi.
Perlu diketahui, rata-rata bea masuk impor produk holtikultura, hewan dan produk hewan dikenakan tarif sebesar 5%. Nantinya, ketika masa panen akan lebih tinggi.
Namun, Prihasto nengatakan pihaknya akan membahas lebih lanjut usulan kenaikan bea masuk yang merupakan saran dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
"Nanti akan dilihat lagi. Tadi ada saran-saran misalnya tadi ada saran dari Pak Menko," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, langkah ini bisa melindungi peternak maupun petani dalam negeri ketika sedang panen.
"Itu pasti ketika petani kita panen atau sedang banyak daging di sini, tarif bisa naik. Dari Kemendag kita dapat masukan bahwa kita usul ke Kemenkeu," terang Ketut.
Ia mengungkapkan, kenaikan bea masuk ini juga diusulkan terhadap produk olahan hewan, misalnya susu.
"Kalau produk hewan ya susu kan termasuk produk hewan," sebut dia.
Perlu diketahui, kasus sengketa gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru di WTO terkait impor produk hortikultura, serta hewan dan produk hewan yang diterapkan Indonesia. Indonesia digugat karena dianggap menerapkan hambatan impor (restriktif) dengan mengatur periode importasi produk sejak 2012.
Total terdapat 18 measures atau ketentuan di Indonesia yang diadukan oleh AS dan Selandia Baru sebagai inkonsisten dengan komitmen Indonesia di WTO.
Keputusan Panel WTO untuk kasus DS 477/478 pada Februari 2017 mengharuskan pemerintah Indonesia untuk tidak lagi membatasi waktu importasi produk hortikultura, misalnya ketika panen. Pasalnya, praktik tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas dan aturan WTO.(dtf)