Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Rapat paripurna DPRD Sumatra Utara pengesahan Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RP-APBD) Sumut 2019 dan Rancangan APBD Sumut 2020, Senin (9/9/2019), dinyatakan tidak sah. Pasalnya, rapat paripurna tersebut melanggare tata tertib dewan.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan, Selasa (10/9/2019), menjelaskan, pada rapat paripurna 27 Agustus 2019, Ketua DPRD Sumut, Wagirin Arman, mengetuk palu dan memutuskan menyerahkan penyelesaian pengesahan RP-APBD Sumut 2019 ke Kementerian Dalam Negeri.
Kemudian, ujar Sutrisno, sejumlah anggota DPRD bermanuver. Di rapat paripurna kemarin ada anggota Badan Kehormatan Dewan (BKD) membuka data ketidakhadiran anggota DPRD selama enam kali berturut-turut mengikuti rapat paripurna. Tujuannya guna "memaksa" agar rapat diteruskan walau korum belum tercapai.
"Oknum anggota BKD itu "cari muka", menyerahkan daftar ketidakhadiran 31 anggota DPRD kepada pimpinan dewan. Tindakan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan rapat paripurna. Kenapa ketika rapat paripurna melanggar tata tertib dia diam saja," paparnya.
Sikap ngotot dari oknum pimpinan dan anggota DPRD untuk melaksanakan sidang paripurna dengan menabrak aturan patut diduga berkaitan dengan "sesuatu".
Ada pula anggota DPRD yang awalnya menolak pembahasan kembali P-APBD 2019, namun kemudian bersikukuh mendukung melanjutkan rapat paripurna kendati melanggar tata tertib.
"Perubahan sikap tersebut pasti tidak berdiri sendiri. Diduga ada "sesuatu" yang mempengaruhi. Ada oknum yang garang mengoreksi sikap gubernur, namun menjadi "penggonggong" utama mendukung rapat paripurna "illegal"," tegas Sutrisno.
Paripurna tetap dijalankan meskipun melanggar tata tertib, bahkan hanya dihadiri 51 anggota. Sementara berdasarkan tata tertib, syarat korum untuk pengambilan keputusan tentang Ranperda harus dihadiri sekurang- sekurangnya duapertiga dari 100 anggota. Yakni, 67 orang hadir secara fisik, bukan hanya 67 tanda tangan.
Sebagai konsekwensi proses yang menyalahi tersebut, Kemendagri diminta menolak melakukan evaluasi terhadap Ranperda yang merupakan produk sidang paripurna "illegal". Jika Kemendagri tetap melakukan evaluasi, mereka juga menjadi bagian yang turut bertanggungjawab secara moral dan hukum.
"Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut sejak semula telah mengingatkan semua pihak untuk patuh dan taat terhadap tata tertib. FPDIP tidak ikut bertanggungjawab terhadap proses dan hasil paripurna yang tidak sah," tegasnya.
Jika kemudian ada persoalan hukum yang muncul akibat pelanggaran yang terjadi, tuturnya, FPDIP tidak terlibat dan bersedia memberikan bukti- bukti.