Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pasca Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan penurunan kelas terhadap sebanyak 615 rumah sakit (RS) di Indonesia terutama menjadi kelas C dan D, memaksa para dokter berbenah.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT-KL mengakui, sebagai dampaknya, para dokter pun saat ini mulai beramai-ramai bermigrasi khususnya untuk berpraktik di RS kelas B.
"Karena turun kelas ini banyak dokter yang ingin berpraktik di RS type B. Terutama yang tempat praktiknya mengalami penurunan kelas dari C dan D," ungkapnya kepada wartawan, Rabu (11/9/2019).
Menurut Wijaya, dengan penurunan kelas yang terjadi pada rumah sakit tempatnya berpraktik, maka jasa medis yang diterima dokter pun akan ikut juga turun. Padahal disatu sisi, dokter tetap dituntut bekerja secara profesional, walaupun jasa yang didapatkan dianggap tidak sesuai.
"Dengan risiko yang besar, dokter akan mendapatkan jasa medis yang minim. Apalagi rumah sakit tempat praktiknya turun kelas ke D. Sehingga mau tidak mau, untuk menafkahi keluarga, dokter harus mencari penghasilan yang lebih besar, yakni di rumah sakit kelas B," jelasnya.
Namun begitu, Wijaya menyampaikan, dokter yang bermigrasi ke RS kelas B tidak serta merta meninggalkan tempat praktiknya, karena satu orang dokter secara aturan diizinkan berpraktik di tiga tempat. Hanya saja, sambung dia, aktivitas dokter di kelas D tentunya akan berkurang, karena lebih fokus untuk praktik di RS kelas diatasnya.
"Jadi kalau dia PNS di rumah sakit daerah, dan rumah sakitnya sudah turun kelas ke D, maka dia pun sifatnya hanya akan setor wajah saja. Selebihnya dia akan lebih memilih berpraktik di rumah sakit kelas B misalnya," terangnya.
Tak hanya itu, ujar Wijaya, dokter yang sudah di kelas D pun bila menerima pasien, kemungkinan akan lebih memilih untuk merujuk pasiennya ke rumah sakit kelas B. Rumah sakit rujukan itu bisa saja dokter tersebut juga yang menjadi dokternya, tetapi dengan jasa medis yang lebih tinggi serta peralatan yang lebih lengkap.
"Jadi bukan berarti meninggalkan idealisme kedokterannya. Tapi disatu sisi ada keluarga yang harus dinafkahi. Ini kan nggak bisa kita nafikan juga," pungkasnya.