Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Proses ganti rugi atau pembebasan lahan masyarakat yang terkena dampak pembangunan jalan tol Tanjung Mulia masih bermasalah. Di mana, ada pihak yang mengklaim sebagai pemilih lahan berdasarkan sertifikat.
Kondisi ini membuat pembangunan proyek strategis nasional yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi itu menjadi terhambat. Pasalnya, jadwal pembayaran ganti rugi yang sudah direncanakan tertunda.
Hal ini terkuak saat sejumlah warga mengadukan persoalan pembebasan lahan tol itu ke Kantor Hukum Landen Marbun SH dan Partner, di Komplek Citra Land, Deli Serdang, Senin (23/9/2019).
Landen Marbun, mengungkapkan bahwa pada November 2017 lalu telah terjadi kesepakatan antara Kementerian ATR/BPN, Kementrian Pekerjaan Umum dan Kementrian BUMN.
Di mana, pembayaran ganti rugi diberikan kepada masyarkat yang tidak memiliki sertifikat atas lahan adalah 70 % bagi penggarap dan 30 % bagi pemilik sertifikat.
"Jadi setelah kesepakatan 3 menteri itu dibuat, Badan Pertanahan Negara (BPN) Sumut menindaklanjuti dengan melakukan pendataan, hingga akhirnya keluar daftar nama beserta nominal yang akan dibayarkan oleh BPN kepada masyarakat," jelasnya.
Ditengah jalan, lanjut dia, ada pihak yang mengklaim memiliki sertifikat lahan seluas 12 hektar di areal pembangunan jalan tol atas nama Sutrisno Sukijung.
"Jadi Sutrisno Sukijung itu melaporkan masyarakat yang selama puluhan tahun menempati lahan yang diklaim miliknya ke Polda Sumut berdasarkan sertifikat yang belum tentu kejelasannya," paparnya.
"Jadi alasan itu yang dijadikan BPN Sumut tidak jadi membayarkan uang ganti rugi kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan jalan tol. Pertanyaannya Sutrisno Sukijung itu hadir saat penandatanganan keputusan 3 menteri tentang ganti rugi lahan. Kenapa waktu itu tidak protes dan 2 tahun setelahnya melaporkan kasus ini ke polisi, ini menjadi pertanyaan kami," papar mantan anggota DPRD Medan ini.
Lebih menganehkan lagi, tutur Landen, adalah Sutrisno Sukijung yang tidak pernah mempersoalkan lahannya dikuasai kelompok masyarakat selama puluhan tahun.
"Kenapa baru ribut ketika sudah ada proyek jalan tol, dan setelah kesepakatan 3 menteri. Kita juga pertanyakan kondisi sertifikat miliknya," ucapnya.
Menurutnya, akibat masalah ini proses pembangunan jalan tol yang telah ditetapkan menjadi proyek strategis pemerintah menjadi terkendala. "Sudah bertahun-tahun pembangunan jalan tol Tanjung Mulia tidak selesai," sebutnya.
Salah satu perwakilan masyarakat, Nekson mengaku sudah menerima surat panggilan dari Polda Sumut atas laporan yang disampaikan Sutrisno Sukijung.
Berdasarkan surat tersebut, ia mengaku diminta hadir memenuhi panggilan penyidik pada 30 September 2019.