Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya terbahak membaca poster-poster yang diusung mahasiswa saat demonstrasi sepanjang pekan lalu. Meskipun tuntutannya hampir sama, terutama menolak RUU KUHP dan UU KPK yang direvisi, namun tampil dalam teks yag lucu-lucu dan menggelitik.
Misalnya, "Maaf Perjalanan Anda Terganggu, Sedang Ada Perbaikan Reformasi." Lalu, "Negara Tidak Memfasilitasi Rindu, tapi Mencampuri Urusan Saat Kita Bertemu. " “Cukup Cintaku yang Kandas, KPK Jangan!"
Ha-ha, ada pula, “Aku Kira yang Lemah Cuma Hatiku, Ternyata KPK Juga." Simak ini: “Jangan Buat KPK Serapuh Hatiku." Terasa satir. Ada kesadaran berbangsa dan bernegara.
inilah khas generasi milenial. Mereka populer disebut sebagai generasi Z yang lahir pada kurun 1995 hingga 2010. Mereka masih balita pada saat reformasi 1998 silam ketika kaum mahasiswa bergerak melengserkan Presiden Soeharto.
Padahal selama ini banyak cemohan dituduhkan kepada mereka. Umpamanya, dianggap tidak mempunyai kesadaran politik, egois dan lebih menyukai hura-hura, seperti nongkrong di kafe, main HP, aktif di media sosial macam Facebook dan Twitter.
Tapi ternyata mereka berbondong-bondong datang ke gedung DPR di Senayan, maupun kantor DPRD di berbagai kota di negeri ini. Ada yang dikoordinasikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), tapi tak sedikit pula yan datang sendiri menggunakan angkutan umum.
Tak ayal, media sosial dimanfaatkan secara efektif untuk berkomunikasi. Lalu, menyebar dari mulut ke mulut dan berduyun-duyun ke lokasi unjuk rasa.
Toh, tak semua tampil dengan bahasa yang santai, bermain-main, walaupun tak kehilangan substansi.. Kalangan pemimpin mahasiswa di BEM malah tampil dengan bahasa yang elegan.
Misalnya, tuntutan mahasiswa yang disampaikan secara terbuka, yang populer dengan istilah “Maklumat Tuntaskan Reformasi.” Antara lain, merestorasi upaya pemberantasan KKN. Juga merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, HAM, reforma agraria, perlindungan SDA, tenaga kerja dan ekonomi yang eksploitatif.
Terlepas ada yang berujung anarkis, ternyata gelora dari Sumpah Pemuda 1928 masih tetap menitis. Ada generasi 1928, 1945, 1966, 1998 dan generasi milenial. Gaya hidup boleh berbeda, namun semangat mencintai Indonesia tidak pernah pudar.