Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Upaya masyarakat adat Sihaporas, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, yang tergabung dalam Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) dalam mempertahankan tanah ulayatnya, terus dilakukan. Setelah melapor ke Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait teror yang mereka terima pasca bentrokan dengan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL), Lamtoras juga meminta dukungan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Demikian keterangan tertulis Lamtoras yang diterima medanbisnisdaily.com, Senin malam (7/10/2019). Lamtoras diterima Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Aegidius Eko Aldilanto OCarm di kantor KWI, Jakarta, Senin (7/10/2019) siang. Mereka didampingi Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) dan Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Indonesia (PP GMKI).
Menanggapi aduan Lamtoras itu, Pastor Eko mengatakan, banyak masyarakat adat di berbagai tempat tak berdaya melawan perusahaan besar. Persoalan sering muncul antara lain terjadi perpecahan di tengah komunitas sendiri karena berbeda kepentingan.
"Kami banyak mendampingi masyarakat adat di berbagai tempat, seperti Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur. Umumnya masyarakat adat tidak berdaya menghadapi perusahan besar, kapital yang bukan saja banyak uang tetapi punya kuasa," ujar Pastor Eko.
Dijelaskan Pastor Eko, masalah ini bukan soal benar atau salah, tapi sikap melawan kapitalis. Apalagi terkait uang. Uang perlu, tetapi jangan gara-gara uang, Tuhan pun dibohongi, jelasnya.
Menurut Pastor Eko, hukum adat harus dipertahankan, walaupun perusahaan bergerak. Sebab, secara sosial-budaya, keberadaan masyarakat adat adalah fondasi keberagaman nusantara, sehingga wajib dijaga dan dilestarikan.
"Masyarakat adat nusantara yang baik, akan menjadi benteng terhadap praktik kehidupan anti-toleransi yang marak saat ini," ujar Romo Eko.
Ketua Umum Lamtoras, Judin Ambarita juga menceritakan penangkapan dua pengurus Lamtoras, yakni Jonny Ambarita dan Thompson Ambarita oleh Polres Simalungun terkait insiden dengan PT TPL itu.
"Saya siap mensupport. Ini bukan masalah benar atau salah, ini menghadapi kapitalis. Kami akan berkoordinasi dengan Direktur Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) di Medan, Romo Hilarius Kemit," ujar Romo Eko.
Dikatakan Pastor Eko, semua elemen masyarakat harus sama-sama melawan kapitalisme jahat, melalui berbagai cara termasuk membangun kekompakan masyarakat, sampai membangun lembaga keuangan mikro (LKM). Banyak terjadi kegagalan masyarakat adat karena kurang kekompakan, karena uang. Jangan sampai terjadi, katanya.
Pengurus Pusat PMKRI melalui Lembaga Ekonomi Kreatif Pengurus Pusat PMKRI, Halasan Simare-mare mengecam aksi pemukulan yang diduga dilakukan karyawan TPL terhadap anak kecil di bawah umur sebagai tindakan di luar batas dan tidak beradab.
"Kami mendesak polisi segera mengambil langkah tegas terhadap oknum yang melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Hal itu telah memicu amarah masyarakat hingga mengakibatkan bentrok antarmasyarakat dan karyawan TPL sehingga mengakibatkan kedua belah pihak terluka," ujar Halasan.
Senada dengan Halasan, Ketua PP GMKI Bidang Pergerakan dan Pelayanan, EF Pranoto, menambahkan, ketika terjadi konflik soal tanah adat, pemerintah harus hadir untuk melindungi sumber kehidupan dan juga identitas rakyatnya. Jangan justru masyarakat yang memperjuangkan tanah adatnya dikriminalisasi oleh aparat kepolisian.
"Oleh karena itu kami meminta kepada aparat kepolisian untuk segera membebaskan dua orang petani Sihaporas, yang saat ini dikurung. Dan kepada presiden untuk serius mengurus soal tanah adat ini karena banyak mafia-mafia tanah yang memanfaatkn program reforma agraria," ujar Pranoto.
Seperti diberitakan sebelumnya saat terjadi bentrokan pekerja PT TPL kontra masyarakat adat pada 16 September silam, seorang anak, Mario teguh Ambarita, usia 3 tahun 7 bulan, menjadi korban pemukulan.
Sebelumnya, Kepala Humas PT Toba Pulp Lestari (TPL) Norma Patty Handini Hutajulu membenarkan terjadi bentrok antara masyarakat adat Sihaporas dengan personel PT TPL pada Senin, 16 September 2019.
“Benar bahwa warga masyarakat Sihaporas sedang melakukan penanaman jagung di dalam konsesi PT Toba Pulp Lestari,” tutur Norma Patty Handini Hutajulu, kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (16/9/2019).