Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah pusat, Pemprov Sumatra Utara dan seluruh pemerintah daerah di kawasan Danau Toba sepakat agar perairan Danau Toba bebas dari keramba jaring apung (KJA). Tujuannya agar Danau Toba bebas dari pencemaran yang berasal dari operasi KJA, baik itu KJA milik warga maupun milik korporasi. Itu semua untuk mendukung pengembangan Danau Toba dalam predikatnya sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Namun faktanya, sampai saat ini pembersihan KJA dari perairan Danau Toba masih sebatas wacana. Masih marak ditemukan operasional KJA, seperti di perairan Danau Toba di Silalahi dan di Paropo Dairi maupun di Tongging, Merek, Tanah Karo.
Tidak hanya di situ, di di desa-desa lainnya yang tepiannya perairan Danau Toba yaitu di Simalungun, Karo dan daerah lainnya, juga masih marak ditemukan KJA beroperasi. Meski bahkan sudah merupakan amanat Presiden RI, namun KJA seolah tak bisa ditertibkan.
Pantauan medanbisnisdaily.com di Tongging, misalnya, Minggu (13/10/2019), masih marak atau mudah ditemukan KJA, demikian juga di Silalahi. Tidak hanya skala kecil, KJA yang ada di sana juga ada yang skala besar. Diduga kuat banyak "orang-orang berpengaruh" yang mengendalikan operasional KJA itu.
Di sejumlah titik pinggiran perairan Danau Toba di Tongging dan di Silalahi itu misalnya, operasional KJA itu menebar aroma tak sedap. Bahkan operasional KJA itu membuat air Danau Toba, khususnya pada lokasi dimana KJA itu dioperasikan, tampak keruh atau sangat jauh berbeda dari visualisasi kejernihan dan keindahan visualisasinya.
Namun sayangnya, berbicara soal penertiban KJA itu masih hal yang tak "mengenakkan" masyarakat sekitar. Sejumlah warga yang ditanyai soal hal itu enggan memberi komentar atau bahkan merasa takut soal penertiban KJA.
Seorang dari mereka bermarga Sidebariba, justru menilai perairan Danau Toba adalah berkah. "Karena air Danau Toba ini pula membuat warga bisa bertahan hidup," ujarnya menjawab wartawan.
Apalagi, sebutnya, lahan pertanian yang sangat terbatas di kawasan itu, baik di Silalahi, Paropo maupun Tongging, mau tak mau membuat perairan Danau Toba dijadikan warga sebagai mata pencaharian melalui KJA. "Di daerah ini juga warga bertani bawang merah," sebutnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Binsar Situmorang, tidak menampik soal keberadaan KJA milik masyarakat dan perusahaan di perairan Danau Toba. Namun menurutnya, persoalan penertiban KJA itu terus berjalan.
Namun dalam penertibannya, dilakukan selangkah demi selangkah. Hal itu tidak terlepas dari keterbatasan wewenang Pemprov Sumut sendiri. Binsar antara lain mencontohkan adanya Perpres Nomor 81 Tahun 2016, yang mengatur zonasi pada lokasi-lokasi tertentu.
Menurutnya untuk penertiban KJA itu, berarti harus meninjau kembali Perpres 81 itu. Di samping itu, dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemda. Tujuannya agar ada satu kesepahaman bagaimana cara dan seperti apa serta dampak-dampak dan solusi bagi masyarakat jika penertiban KJA itu dilakukan. (benny pasaribu)