Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Booming pengembangan wisata Danau Toba ditandai dengan rencana investasi sebesar total Rp 6,1 triliun, melalui 7 investor yang didatangkan pada acara IMF Word Bank Meeting di Bali pada Oktober 2018. Pemerintah pusat sendiri melalui beberapa kementeriannya, mengalokasikan Rp 4,04 triliun untuk pengembangan pariwisata Danau Toba di tahun 2020.
Besarnya nilai investasi dan alokasi dana, merupakan berita yang gembira sekaligus peringatan bagi seluruh pemangku kepentingan di kawasan danau Toba, karena target pengembangan wisata dunia sejatinya harus menaruh perhatian serius pada aspek alam dan sosial.
Alam dan Budaya sebagai Proyeksi Pondasi
Proyeksi pengembangan pariwisata secara frontal dan besar-besaran, justru sering berbuah malapetaka bagi alam dan masyarakatnya, karena mengabaikan tata ruang dan tata wilayah sebuah kawasan yang menjadi objek pengembangan. Dan tidak meletakkan manusia dan alam sebagai satu kesatuan ekosistem yang wajib dikembangan.
Pengembangan pariwisata yang berbasis industri (industrial based) yang sering bertumpu pada investor, seharusnya tidak boleh meninggalkan basis komunitas (community based) dan merusak kelestarian objek pengembangan, karena itu pengembangan wisata berbasis komunitas sangatlah penting untuk menjaga keberlangsungan serta keseimbangan antara investasi dan budaya dalam pembangunan pariwisata Danau Toba.
Dalam beberapa tahun terakhir wisata budaya merupakan salah satu sektor wisata yang banyak dikembangkan dibanyak destinasi wisata, dengan menjadikan budaya sebagai daya tarik utama. Wisata yang mengandalkan budaya dan kearifan komunitas lokal, disamping pemandangan alam yang memanjakan.
Wisata yang mencakup semua aspek identitas dari kebudayaan tertentu yang muncul dalam artefact, ideafact dan sosiofact, yang memiliki nilai etika dan estetika melalui tradisi upacara, tarian tradisional, musik tradisional, perkawinan, pakaian tradisional/pakaian adat, bangunan bersejarah, peninggalan cagar budaya, festival budaya dan pertunjukan, berpadu dengan industri lokal, sebagai potensi dan daya tarik.
Dalam era globalisasi dan keterbukaan saat ini, apresiasi tinggi dari masyarakat terhadap kemampuan menjaga dan memelihara aset budaya atau pusaka budaya, adalah ketertarikan pada pergulatan panjang, sejarah perkembangan sosial budaya sebuah komunitas atau bangsa, dengan segala keunikan adat istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, telah menjadi bagian dari pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan.
Karena budaya tidak mungkin muncul secara tiba - tiba melainkan merupakan suatu hasil proses kehidupan bermasyarakat yang cukup panjang, sepanjang kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga mengandung berbagai filosofi hidup dan mengandung nilai-nilai pengetahuan serta moral yang luar biasa, termasuk hubungan yang sangat kompleks dengan alamnya.
Alam yang tentunya tidak hanya dimaknai sebatas lahan, tetapi asset bernilai ekonomi sosial sampai spiritual bagi masyarakat. Maka memastikan penguasaan hak atas sumber daya alam tidak hilang dari masyarakat, akibat investasi yang menabrak tata ruang dan kearifan lokal, adalah sangat utama
Karena perubahan hak kelola atas alam dan meminggirkan masyarakat lokal dari corak produksinya, akan menjadi pemicu hilangnya sebuah kebudayaan dan peradaban. Sehingga paradigma pembangunan pariwisata danau toba haruslah didorong untuk meletakkan manusia dan alam sebagai satu kesatuan, bukan sebatas asset.
Melibatkan Masyarakat Lokal
Partisipasi adalah cara sederhana untuk mendorong keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat, sebagai jalan untuk mendorong komunitas atau masyarakat lokal menjadi subjek atau pelaku dari pembangunan kebudayaan yang berkaitan dengan alam, situs-situs, kawasan wisata budaya, dan lain-lain, sekaligus memadukan persepsi, aspirasi, merumuskan perencanaan, mengumpulkan sumber daya dan mengelola pariwisata danau toba menuju kelas dunia.
Sehingga selain kelengkapan sarana dan daya dukung lewat investasi dan alokasi dana pusat, kemampuan masyarakat dalam mengelola administrasi dan pelayanan yang memadai adalah tolak ukur kemajuan pariwisata danau toba.
Kemampuan pengelolaan administrasi yang dimaksud adalah kemampuan manejerial masyarakat untuk menginventarisir semua objek inti dan kelengkapan dari wisata budaya, sekaligus kebutuhan yang diperlukan wisatawan untuk menjangkau objek wisata itu.
Inventarisasi kebutuhan wisatawan sangat berhubungan erat dengan kebutuhan pelayanan, terutama pelayanan terhadap wisatawan publik. Karena tingkat pelayanan, keamanan dan kenyamanan dari pengelola pariwisata akan berbanding lurus dengan perkembangan objek wisata tersebut.
*Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected].