Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat (Jabar) hari ini menggelar unjuk rasa di depan kantor Kementerian Keuangan, di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Belum sampai 1 jam mereka berdemo, 12 orang perwakilan APTI Jabar dipanggil untuk menemui Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi untuk menyampaikan aspirasinya.
Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam tersebut menghasilkan kesepakatan antara pemerintah dengan APTI Jabar.
"Mereka APTI sampaikan aspirasi, mereka adalah APTI, yang pertama adalah mereka ingin produk tembakau bisa diserap oleh pabrikan, kedua mereka berharap mereka juga bisa dapatkan porsi dari dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) yang selama ini sudah dideliver oleh masing-masing daerah sesuai dengan peruntukannya," kata Heru di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Mengenai tuntutan APTI soal serapan tembakau petani, Heru mengatakan bahwa pemerintah akan berupaya meningkatkan serapan hasil tembakau petani rakyat. Dalam hal ini, serbuan impor hasil tembakau juga akan dikendalikan pemerintah, sehingga serapan hasil tembakau petani meningkat.
"APTI ini concern dengan serapan. Dan pemerintah sebenarnya sudah merespon dari rapat-rapat teknis yang insyaallah dari 1-2 pertemuan ini akan selesai. Dan pemerintah sesuai arahah Presiden akan memperhatikan petani melalui serapan produksi. Yang kedua tentunya ini bisa dikaitkan dengan volume impor. Kita akan mengatur volume impor dan memastikan produksi petani bisa diserap," ungkap Heru.
Dalam mengatur volume impor tembakau ini, Heru mengatakan pihaknya perlu berkoordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait.
"Ini akan kita atur melalui formula yang terintegrasi antara K/L. Karena ada kepentingan petani, industri, dan juga perdagangan," ujar dia.
Selanjutnya, mengenai DBH CHT yang diatur dalam PMK 222 tahun 2017, Heru mengungkapkan pihaknya akan merilis PMK baru, yaitu PMK 139 tahun 2020. Dalam PMK 139 tersebut, formulasi DBH CHT akan berbeda dan Pemerintah Pusat akan mengawasi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengatur DBH CHT.
"Yang kedua terkait dengan aspirasi untuk mendapatkan porsi yang proporsional dari dana bagi hasil cukai tembakau maka sebenarnya pemerintah melalui PMK 139 yang berlaku tahun depan itu sudah memodifikasi formulanya. Dan yang sebelumnya menyerahkan sepenuhnya kepada Pemda, jadi nanti akan mulai ada penilaian-penilaian dari kementerian terkait tentang peruntukkan DBH itu," jelas Heru.
Ketiga, mengenai kenaikan cukai rokok dan harga eceran tertinggi (HJE), menurut Heru, kenaikan tersebut variatif dan disesuaikan dengan golongan rokok. Heru menjelaskan, untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan terendah karena pemerintah memperhatikan tenaga kerja dari industri padat karya tersebut.
"Kalau kita perhatikan PMK 152 itu meskipun average-nya adalah 23% dan 35%, tapi kalau kita lihat detailnya itu variatif. Pemerintah betul-betul telah memperhatikan kemampuan antar golongan, kemampuan antar jenis rokok. Sehingga kenaikan cukai rokok jenis SKT start-nya dari 12%. Itu membuktikan bahwa pemerintah memperhatikan tenaga kerja yang di industri padat karya, makanya kenaikan tarif SKT itu terendah," papar Heru.(dtf)