Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Patologi (penyakit) sosial di Pematang Siantar dianggap sudah cukup mencemaskan. Hal itu disebabkan banyak aspek, antara lain kemiskinan, kebodohan maupun tidak adanya ruang diskusi bagi publik. Demikian sejumlah point yang mengemuka dalam dialog publik yang digelar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pematang Siantar-Simalungun, yang berlangsung di Patarias Cafe, Sabtu (9/11/2019).
Siaran tertulis yang diterima medanbisnisdaily.com, Senin (11/11/2019) disebutkan, diskusi menghadirkan sejumlah pemantik antara lain Kristian Silitonga (pengamat sosial) Tumpak Hutabarat (aktivis), Astronout Nainggolan (anggota DPRD) dan Ridwin Purba (akademisi Universitas Simalungun), AKPB Basri Lubis (kepolisian Polres Simalungun).
Dalam pandangannya, Kristian menjelaskan, patologi sosial sebagai tergerusnya nilai dan norma yang ada di masyarakat. Hal itu terjadi karena masyarakat kehilangan ruang sosial tempat ia berinteraksi.
Sementara itu, Tumpak Hutabarat lebih menilai patologi disebabkan karena kebodohan dan kemiskinan. Semakin kompleks ketika pemerintah tidak menyuguhkan ide-ide dan gagasan yang bertujuan menciptakan kebaikan bersama.
"Untuk menulusuri sebab-musabab dan kondisi patologi sosial di masyarakat ini perlu kajian-kajian ilmiah dari kampus dari mahasiswa sebagai rekomendasi untuk pihak yang punya otoritas," kata Tumpak.
Senada dengan Tumpak, Astronout Nainggolan menyebut, pemimpin juga bisa menjadi sebab patologi. Apalagi bila ia tidak mengerti dan memahami kebutuhan masyarakat.
Kasat Intelkam Polres Simalungun, AKP Basri Lubis menegaskan, permasalahan patologi sosial adalah permasalahan bersama. Kepolisian tidak akan mampu bekerja sendiri mengatasi hal itu.
Ketua GMKI Pematang Siantar-Simalungun, May Luther Dewanto menjelaskan, diskusi ini sebagai bagian dari kontrol sosial mahasiswa terhadap kondisi sosialnya. H"arapannya ada kesepahaman bersama saat menilai sebuah fenomena," katanya.