Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Loyalis Bambang Soesatyo (Bamsoet), Syamsul Rizal menyebut ada tiga menteri Presiden Joko Widodo yang menekan DPD untuk memilih Airlangga Hartarto kembali sebagai Ketum Golkar. Airlangga memastikan kabar tersebut tidak benar.
"Ini kan urusan internal Golkar. Tidak benar," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
"Syamsul Rizal tak perlu ditanggapi," imbuhnya.
Airlangga juga menjawab isu meminta bantuan Jokowi serta menteri untuk endorsement sebagai ketum. "Ya kan ini mekanisme internal Partai Golkar, mekanismenya jelas," katanya.
Airlangga menambahkan tidak ada skenario tertentu menjelang munas Golkar. "Munas ini setiap lima tahun, munas itu tidak ada skenario," ucap Airlangga.
Secara terpisah, Airlangga kembali menegaskan tudingan itu tidak benar. Airlangga mengatakan yang punya suara pemilihan Ketum Golkar adalah DPD tingkat I dan II.
"Tidak ada, yang punya suara itu kan DPD tingkat I dan tingkat II," kata Airlangga di di Hotel Merlyn Park, Jl Hasyim Asy'ari, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
Diketahui, Syamsul menyebut adanya tiga menteri Jokowi yang campur tangan dalam pemilihan ketum partainya. Syamsul mengatakan 3 menteri tersebut menekan DPD Golkar untuk memilih kembali Airlangga Hartarto sebagai ketum.
"DPD I dan DPD II, ditekan, bahkan tolong dicatat, ada indikasi kuat Pak Jokowi juga nggak tahu, tapi ada beberapa pembantu Jokowi dijadikan alat juga untuk tekan DPD-DPD, DPD I, melalui kepala-kepala daerahnya. Dan saya pastikan itu Pak Jokowi tidak tahu. Pak Jokowi sudah dari awal katakan tidak mencampuri urusan Golkar. Lha wong Pak Jokowi baik sama Bamsoet dan Airlangga," kata Syamsul di kantor DPP Golkar, Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (27/11).
Menurut Syamsul, tiga menteri Jokowi itu menelepon langsung ke para Ketua DPD I Golkar di daerah untuk memilih dan berpihak kepada Airlangga. Namun, dia meyakini Jokowi tak tahu-menahu perihal itu.
"Yang muncul sangat santer itu adalah Pak Pratikno, Mensesneg. Nah ini kalau begini, kalau Golkar pecah, kasihan Pak Jokowi nggak tahu persoalan tapi dianggap bagian dari itu, PDIP juga. Jadi tidak eloklah kalau kemudian membawa nama Presiden," sebut Syamsul. dtc