Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Para distirbutor obat alias Pedagang Besar Farmasi (PBF) mengeluhkan tunggakan pembayaran utang jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk BPJS Kesehatan. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mencatat hingga November 2019, masih ada utang Rp 6 triliun yang belum terbayarkan.
Utang ini disebut menyulitkan para distributor, perusahaan-perusahaan farmasi ini kesulitan mengatur cash flow atau bahkan bisa gulung tikar. Imbasnya ke program JKN adalah kekosongan obat-obatan.
Menurut Direktur Eksekutif GPFI Darodjatun Sanusi meskipun pemerintah sudah memberikan dana tambahan untuk BPJS Kesehatan, nyatanya dari utang Rp 6 triliun di bulan November hanya baru terbayarkan sebanyak 5% atau sekitar Rp 450 miliar.
"Meskipun pemerintah sudah mencairkan dana tambahan untuk BPJS sebesar Rp 9,3 triliun di akhir November 2019, namun berdasarkan pantauan GPFI, para Distributor Farmasi hanya menerima kucuran dana dari Faskes JKN sekitar Rp 450 miliar atau sekitar 5% saja," ungkap Direktur Eksekutif GPFI Darodjatun Sanusi, Minggu (15/12/2019).
Jumlah itu pun, disebut Darodjatun belum termasuk tunggakan Apotek PRB (Program Rujuk Balik) BPJS Kesehatan ke PBF, diperkirakan nilainya lebih dari Rp 1 triliun. Pembengkakan utang ini juga terjadi pada usia piutang yang meningkat dari 60 hari menjadi 155 hari.
Darodjatun mengatakan, kondisi ini sangat membebani kelangsungan usaha Distributor Obat. PBF harus menanggung beban tambahan modal kerja yang sangat besar dan bunga pinjaman bank yang besar.
"Pada akhirnya beban tersebut menurunkan tingkat profitabilitas Distributor Obat yang saat ini sudah sangat rendah," kata Darodjatun.(dtf)