Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Anak-anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma'ruf Amin sudah mendaftarkan diri ke sejumlah parpol untuk mendapat dukungan di Pilkada 2020. Jika keluarga Jokowi-Ma'ruf jadi diusung, hal itu dinilai bisa melemahkan parpol.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana awalnya menjelaskan soal partai politik yang memikirkan kepastian untuk menang saat mengusung calon di Pilkada. Hal ini membuat parpol menyambut hangat jika anak-anak Presiden dan Wapres maju karena popularitas yang tinggi.
"Mereka harus punya kepastian siapa yang menang. Sehingga ketika ada orang yang ingin mendorong anak-anak presiden atau wakil presiden atau siapapun itu, maka itu pasti akan disambut oleh partai. Karena mereka tahu itu ada keuntungan yang bisa diperoleh. Mereka pasti akan populer, elektabilitas diyakini ada," ucap Aditya, Sabtu (28/12/2019).
Dia menilai latar belakang politik dari anggota keluarga presiden dan wapres yang maju Pilkada bukan pertimbangan utama bagi parpol. Aditya menyebut sikap parpol yang demikian itu bisa memperlemah parpol dan memberi efek buruk bagi kaderisasi di internal parpol.
"Ini yang problem kita, ini yang membuat partai politik di Indonesia menjadi semakin lemah. Semakin lemah itu adalah tentu kaderisasi tidak akan berjalan dengan baik karena partai banyak mempertimbangkan dari luar itu yang diambil menjadi calon ketimbang kadernya sendiri. Itu disayangkan," kata Aditya.
Aditya mengatakan kecenderungan parpol yang mengedepankan calon dengan popularitas dan elektabilitas tinggi tanpa latar belakang politik yang jelas bisa memberi track record buruk bagi demokrasi di Indonesia. Dia menyinggung soal dinasti politik.
"Ini ada kecenderungan partai politik ingin melanggengkan calon-calon yang belum tentu punya latar belakang yang pasti akan jelas dalam kiprah politik, tapi karena populer, berasal dari keluarga politik dan dipastikan akan menang sehingga dimuluskan saja jalannya. Itu disayangkan, demokrasi Indonesia itu dalam konteks ini masuk dalam siklus tiap pemilu 5 tahun atau pilkada dari dinasti politik, orang populer dan sebagainya. Kita jarang menghadirkan calon-calon yang punya kompetensi, track record panjang di pemerintahan dan sebagainya," jelasnya.
Sementara itu, Peneliti departemen politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan ada sejumlah hal yang harus dilihat terkait anak-anak Jokowi-Ma'ruf yang ingin maju Pilkada 2020. Arya menyebut hal pertama yang harus dilihat adalah soal ada atau tidaknya pengistimewaan bagi keluarga Jokowi-Ma'ruf saat mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah lewat parpol.
"Apakah partai bisa memastikan mereka melalui proses tahapan penjaringan yang berlaku di internal partai. Apakah mereka mendapatkan perlakuan yang sama dibanding calon lain. Menjadi kurang ideal kalau mereka mendapat previlege," ucap Arya.
Kedua, Arya mengatakan hal yang harus dinilai adalah sejauh mana partai mempertimbangkan suara pengurus di daerah terkait mendaftarnya anak Jokowi-Ma'ruf di Pilkada 2020. Dia menyebut hal itu terlihat dari penerbitan rekomendasi pencalonan dalam Pilkada.
"Proses ketiga adalah dalam hal kampanye. Sejauh mana proses pelaksanaan kampanye tidak memanfaatkan jaringan politik presiden dan wakil presiden, seberapa netral ASN, apakah ada mobilisasi atau tidak. Begitu juga sumber-sumber pendanaan terbuka atau tidak," ucapnya.
Untuk diketahui, anak Jokowi yang hendak maju Pilkada adalah putra pertamanya, Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Surakarta (Solo) dan menantunya Bobby Nasution di Pilkada Medan. Sementara anak Ma'ruf yang hendak maju di Pilkada adalah putrinya, Siti Nur Azizah di Pilkada Tangsel.
Bobby dan Azizah juga sudah menemui Ketum Gerindra Prabowo Subianto terkait pencalonan mereka di Pilkada masing-masing. Meski demikian, pertemuan itu sebatas silaturahmi dan Gerindra belum menentukan nama yang akan diusung.(dtc)