Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Asumsi dasar ekonomi dalam APBN 2019 banyak yang tidak tercapai, salah satunya adalah lifting minyak dan gas (migas). Hingga akhir tahun lalu, lifting minyak jauh di bawah target.
Rendahnya lifting migas nasional dikarenakan tidak adanya investasi baru di sektor hulu, sehingga hanya mengandalkan dari sumber-sumber lama yang potensinya pun sudah menurun.
"Penyebabnya lebih pada penurunan produksi akibat eksploitasi sumur-sumur tua dan sumur terminasi, sehingga tidak bisa dihindari adanya penurunan produksi alamiah," kata pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi di Jakarta, Rabu (8/1/2020).
Fahmy menjelaskan, pemerintah bisa mengantisipasi penurunan produksi migas dengan memudahkan proses investasi dan memangkas birokrasi sektor energi. Tujuannya untuk meningkatkan produksi migas melalui sumur baru.
"Maka pemerintah harus mendorong investasi hulu di sumur baru untuk menaikkan produksi," jelas dia.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi kinerja produksi minyak di tahun 2019 sebesar 741 ribu barel per hari lebih rendah dibanding target 775 ribu barel per hari. Selanjutnya lifting gas 1.050 ribu barel per hari di bawah target APBN 1.250 ribu barel per hari.
Menurut Fahmy, selama tahun 2019 banyak investor yang masih menunggu alias wait and see untuk menanamkan modalnya di sektor hulu energi. Hal itu disebabkan oleh perubahan rezim dari cost recovery ke gross split.
Demi menarik investor lebih banyak, Fahmy menyarankan bahwa Kementerian ESDM bisa memberikan fleksibilitas kepada investor dalam memiliki kontrak, serta berani memberikan banyak insentif di sektor energi.
"Ini akan memicu investor melakukan investasi di sektor hulu, termasuk investor besar, selain kebijakan flexibility dalam pemilihan rezim kontrak, pemerintah harus memberikan insentif, termasuk fiscal incentive agar investasi mencapai keekonomian," katanya.
Bahkan dia menyarankan agar SKK Migas dapat memberikan kemudahan dalam proses perizinan. Di mana investor cukup mengajukan izin ke sana dan pihak SKK Migas yang mengurusi berbagai perizinan yang dibutuhkan.
"Sehingga waktu produksi pertama bisa dipercepat, yang akan menaikkan keekonomian investasi. Kalau semua upaya tersebut dilakukan, maka akan mendorong peningkatan investasi di hulu untuk menaikkan lifting sehingga bisa mengurangi defisit neraca migas," ungkap dia.(dtf)