Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Kuasa hukum Agus Rahardjo cs, M. Isnur mengatakan pihaknya menemukan keganjilan dari proses pembentukan revisi UU KPK. Isnur menilai ada penyelundupan hukum.
"Pembentuk undang-undang melakukan penyelundupan hukum dalam proses perencanaan dan pembahasan perubahan kedua UU KPK. Kami jelaskan di sini bagaimana modus penyelundupannya, termasuk kami buatkan chart atau diagram pembahasan yang tidak lebih dari 14 hari. Dan pembahasannya sendiri di DPR hanya dari mulai tanggal 12 (September) sampai dengan 17 (September) atau 5 hari pembahasan," kata Isnur dalam sidang lanjutan gugatan Revisi UU KPK, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2020).
Kuasa hukum Agus cs lainnya, Agil Oktaryal mengatakan argumen itu sudah dituangkan dalam dalil pemohon pada poin 71. Dalam poin itu pihaknya menjelaskan rangkaian perubahan prolegnas yang terjadi selama tahun 2019, total ada 5 kali perubahan.
"Terkait dengan penyelundupan hukum, argumen penguat dari dalil kami terkait penyelundupan hukum itu ada di poin 70, karena di poin itu adalah diagram yang menentukan proses perubahan UU KPK sangat cepat. Kami mendalilkan bahwa UU KPK tak masuk dalam prolegnas 2019, selain itu juga bahwa prolegnas 2019 sudah dilakukan sebanyak 6 kali evaluasi, kami mencantumkan di sana, yakni tanggal 28 Mei, 4 Juli, 5 Juli, 1 Agustus, 9 September, 17 September," kata Agil.
Dari lima kali perubahan, Agil menjelaskan tidak ada menyinggung revisi UU KPK. Namun anehnya, menurut Agil, revisi UU KPK secara tiba-tiba muncul pada 9 September 2019 dan disahkan dalam waktu kurang dari 14 hari.
"Dari lima kali evaluasi prolegnas 2019 itu selain UU KPK tak masuk prioritas tapi lima kali itu UU KPK tidak pernah disinggung tapi kemudian tiba-tiba saja pada 9 September UU KPK masuk. Kemudian 17 September itu langsung disahkan artinya tak butuh 14 hari bagi DPR mengesahkan UU KPK yang diselundupkan dalam prolegnas prioritas, terkait dengan 14 hari kerja diperkuat di poin 71," katanya.
Sebelumnya, permohonan judicial review ini diajukan oleh mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode Syarif dkk, pada Rabu (20/11/2019). Penyusunan UU KPK yang baru dinilai banyak permasalahan dari segi formil maupun materiil.
Syarif menyebut permasalahan itu antara lain pembahasan UU KPK tidak masuk agenda prolegnas, KPK tidak dilibatkan dalam pembahasan di DPR, hingga KPK belum menerima naskah akademik UU KPK yang baru.
"Ada beberapa hal, misalnya itu kan tidak masuk prolegnas kan tiba-tiba muncul. Yang kedua kalau kita lihat dari misalnya waktu pembahasannya dibuat sangat tertutup bahkan tidak berkonsultasi dengan masyarakat dan bahkan sebagai stakeholder utama KPK tidak dimintai juga pendapat. Yang ketiga naskah akademiknya pun kita ndak pernah diperlihatkan, apa kalian kalian pernah baca naskah akademik tentang tidak ada," ucap Syarif, Rabu (20/11), di gedung MK, Jakarta Pusat. dtc