Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) yang dipilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) hari ini punya banyak tugas yang harus dibereskan.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie menjelaskan ada banyak tantangan yang harus dibereskan oleh susunan direksi terbaru. Yang pertama, dewan direksi harus dapat menjaga keseimbangan antara fungsi BUMN dan fungsi perusahaan terbuka (Tbk). Sebagai perusahaan pelat merah, Garuda berfungsi menjalankan kebijakan pemerintah, mengelola kekayaan negara hingga fungsi sosial.
"Di sisi lain kalau sebagai perusahaan Tbk, fokusnya tentunya adalah pada pengembangan bisnis dan meraih laba, yang mana tidak selalu bisa sejalan dengan misi BUMN. Nah ini harus dikelola supaya ada keseimbangan di sana," kata dia, Rabu (22/1/2020).
PR kedua adalah pengelolaan keuangan. Menurutnya Garuda harus memperbaiki kinerja keuangan, terutama likuiditas, karena dalam waktu dekat ada utang jatuh tempo yang kata Alvin pada Mei mendatang sebesar US$ 500 juta.
"Nah ini kan harus utang jatuh tempo dibayar walaupun mungkin dengan utang lagi. Tapi kalau pun utang lagi utangnya yang baru ini harusnya lebih murah atau lebih efisien daripada yang lama," sebutnya.
"Nah masih dari aspek keuangan juga terus melakukan efisiensi tanpa mengabaikan strategi bisnisnya, misalnya efisiensi tapi nanti berdampak terhadap pelayanan, ketepatan waktu dan sebagainya ya, ini tentunya tidak boleh," lanjutnya.
Alvin pun menyarankan Garuda meningkatkan rute internasional agar menambah penghasilan dolar maskapai pelat merah tersebut. Apalagi utang perusahaan juga banyak yang bermata uang dolar.
"Hal-hal yang bisa dilakukan lebih efisien, meninjau kembali proses-proses bisnis dan juga meningkatkan penghasilan terutama penghasilan dari rute-rute internasional yang masuknya itu kan dalam bentuk dolar. Sekarang ini Garuda mayoritas mungkin sekitar 80% penghasilan itu masih rute domestik. Sedangkan utangnya dolar. Itu kan berbahaya," terangnya.
Berikutnya adalah pesawat Garuda yang sudah mulai berumur. Menurutnya itu harus dipertimbangkan untuk segera diganti. Tapi tantangannya adalah harganya yang tidak murah. Misalnya untuk pesawat sekaliber Boeing 737-800, yang kata dia sekitar US$ 80 juta.
"Pesawat yang usianya sudah di atas 10 tahun itu efisiensinya sudah menurun, perawatannya lebih mahal dan juga kurang atraktif, kurang menarik untuk mendatangkan penumpang. Penumpang kan maunya mencoba pesawat baru, sesuatu di dalamnya juga baru dan sebagainya," tambahnya.(dtf)