Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Banyak toko yang tutup pada saat Imlek, 25 Januari lalu. Maklum, banyak pemilik toko di kota ini adalah warga Tionghoa. Memang, jumlah penduduk yang beretnis Tionghoa hanya 10,65% menurut sensus tahun 2.000. Masih kalah dari etnis Jawa yang mencapai 33,03% dan Batak 20,93%.
Namun pada 1930 justru etnik Tionghoa yang terbanyak, mencapai 35,63%. Etnik Jawa kala itu masih 24,98% dan Batak hanya 2,93%.
Dalam sejarahnya, gelombang emigran Tionghoa berduyun-duyun ke Tanah Deli seiring pembukaan perkebunan di zaman kolonial di akhir abad ke-19. Pada 1883, tercatat 21.000 buruh Tionghoa bekerja di Sumatra Timur. Malah pada masa 1886-1889 – lebih dari 16.000 orang masuk setiap tahun. Barulah menyusut pada 1930-an ketika resesi ekonomi melanda dunia. Pilihan pun beralih kepada buruh asal Pulau Jawa.
Pekerja Tionghoa ini memang dikenal rajin, tekun dan mau belajar meski belum pernah menjadi buruh perkebunan. Adalah Jacobus Nienhuys, pengusaha Belanda yang mendatangkan pertama sekali pekerja Cina dari Singapura.
Pengusaha Belanda lainnya menyusul mengimpor pekerja Tionghoa dari Cina, Penang dan Singapura. Maklum, kala itu, di saat Dinasti Manchu, perang lokal dan wabah kelaparan berkecamuk di daratan Cina.
Usai kontrak di perkebunan, mereka memilih tetap tinggal di Tanah Deli. Ada yang jadi pedagang, membuka warung, menjadi petani dan lainnya. Belakangan merambah ke berbagai bidang bisnis, pabrik, hotel dan sebagainmya.
Yang legendaris adalah dua bersaudara, Tjong A Fie dan Tjong Yong Hian yang datang dari Guangdong, dan sukses sebagai pengusaha. Mereka memiliki 75% perumahan yang tumbuh pesat di Medan pada 1900.
Dua Tjong ini juga berbisnis real estate, hotel, bank, perkebunan dan pabrik gula. Juga membangun ruko, pasar daging pada 1886 dan pasar ikan pada 1887 serta pasar sayur-mayur pada 1906.
Hingga 1919, dua Tjong ini memiliki 20 perkebunan. Mereka juga membangun sekolah, jembatan, klenteng, mesjid dan rumah sakit. Jam dan menara di Balai Kota adalah buah tangan Tjong pada 1912. Juga membiayai sebagian dana pembangunan Masjid Raya di Medan.
Tidak tiba-tiba kaum Tionghoa eksis di dunia bisnis, seraya disusul oleh berbagai etnis lainnya. Tapi setelah melalui lika-liku sejarah yang panjang.