Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Danau Toba bagi orang Batak tidak hanya sumber mata air. Lebih dari itu, danau terbesar di Asia Tenggara itu adalah media spiritualitas orang Batak kepada sang penciptanya. Karena itu, perlakuan terhadap danau tersebut begitu istimewa. Ditandai dengan aturan-aturan, terutama dalam konteks pemanfaatan.
"Danau Toba itu anugerah terbesar bagi orang Batak. Karena rasa syukur itulah tumbuh kesadaran untuk menghormatinya. Bagi kami kelompok Parbaringin, penghormatan itu bagian dari spritualitas kami," kata Oppung Sattirea Bakkara, anggota kelompok Parbaringin saat menjadi pemantik diskusi "Danau Toba dalam Kosmologi Masyarakat Batak", di Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja Medan, Jumat sore (14/2/2020).
Diskusi yang diinisiasi Komunitas Bumi itu diikuti antara lain, Idris Pasaribu, Wilson Silaen, Mangaliat Simarmata, Miduk Hutabarat, John Robert Simanjuntak, Martogi Sitohang.
Dikatakan Bakkara, Parbaringin meyakini keberadaan Boru Saniang Naga Laut yang berdiam di Danau Toba. Dia adalah "dewi air". "Dalam kepercayaan kami, Boru Saniang Naga Laut adalah adik Boru Deak Parujar yang menciptakan Tanah Batak," terangnya.
Sebagai anugerah, lanjut Bakkara, maka pemanfaatan Danau Toba harus bisa dinikmati bersama. Misalnya, kalau ada dua nelayan yang sama-sama mencari ikan, tetapi yang satu tidak mendapat apa-apa, maka temannya itu wajib memberinya ikan, supaya ada yang bisa dia bawa pulang untuk keluarganya.
Dari sisi musik, pemusik Batak Martogi Sitohang menimpali, kepercayaan terhadap eksistensi Boru Saniang Naga Laut sebenarnya masih hidup dalam diri orang Batak secara umum. Buktinya, dalam gondang Batak, reportoar Saniang Naga Laut masih dimainkan hingga kini.
"Memang tidak semua orang Batak meyakininya secara spiritualitas. Sebagian besar orang Batak menganggapnya bagian dari budaya. Namun, karena nilai-nilai positif di dalamnya, apalagi bila konteksnya merawat Danau Toba, maka perlu diangkat kembali," kata Martogi.
Menurut Martogi, hal paling memungkinkan untuk menumbuhkan kesadaran itu salah satunya melalui musik. Ia mencontohkan, anak-anak sekolah di kawasan Danau Toba diajarkan reportoar Boru Saniang Naga Laut. Kemudian diajarkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Jika nilai-nilai itu mereka pahami, niscaya cara pandang dan perlakuan terhadap Danau Toba akan lebih baik.
Melengkapi informasi, Parbaringin sendiri adalah salah satu kelompok masyarakat Batak yang merupakan pengikut ajaran Raja Batak. Ia sudah ada sebelum muncul dinasti Sisingamangaraja, kurang lebih abad ke-16. Pada masa perlawanan Sisingamangaraja XII dengan Belanda (abad 19), Parbaringin ikut mendampingi Sisingamangaraja XII bertempur sampai titik darah penghabisan.