Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Siapa warga Indonesia? Mudah sekali menjawab pertanyaan ini. Indonesia adalah mereka yang berkewarganegaraan Indonesia yang ditandai dengan KTP dan syarat-syarat administratif lainnya. Namun, apakah Indonesia hanya sebatas catatan sipil? Saya rasa tidak. Indonesia, sebagai bagian dari nasionalisme, semestinya bukan ditafsirkan sebagai kata benda saja. Semestinya, Indonesia adalah kata kerja karena di dalamnya terkandung proses berkelanjutan. Dalam pada inilah menjadi Indonesia berarti harus mencintai Indonesia, apa pun bentuknya.
Nah, kali ini, saya tak berbicara melulu tentang demografi saja, semisal bahwa kita harus mencintai keberagaman di negara ini. Saya mau berbicara lebih luas dari itu: mencintai produk-produk Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi? Sederhana saja, bagaimana kita bisa mengajak warga negara lain untuk kagum dan hormat kepada bangsa kita jika pada saat yang sama, misalnya, kita malah mengagungkan dan memilih produk bangsa lain? Sudah jelas, kita harus hormat dan takjub dulu, maka orang lain pun akan ikut untuk takjub.
Baiklah, mari langsung masuk ke poin permasalahan tulisan ini. Apakah menurut Tuan dan Puan, dari segi teknologi, bangsa kita kalah dari bangsa lain? Saya rasa tidak. Dari segi dunia komputer dan informasi, misalnya, banyak ahli IT Indonesia yang diberdayakan mancanegara. Dari segi otomotif juga, negara kita pun tak kalah jauh. Kalaupun dalam pemasarannya produk bangsa kita melempem, itu hanya karena cara kita untuk menghormati bangsa sangat kurang.
Juga Secara Mental
Kita nyata-nyata lebih mengangungkan produk bangsa lain hanya karena label “produk internasional”. Kita ambil contoh Oli Fastron atau Enduro. Ini adalah produk asli Indonesia dari Pertamina. Menariknya, oli ini sudah masuk dalam kelas dunia, bahkan sejak 2026 silam (detik.com). Namun, selalu saja ada mental bangsa kita yang masih bermental inlander. Seperti kita pahami, kata inlander adalah kata serapah, ledekan, bahkan penghinaan bangsa penjajah kepada kita. Ini adalah mental tak percaya diri.
Boleh dibilang, di sinilah keberhasilan bangsa penjajah: tak hanya menjajah kita secara fisik, tetapi juga secara mental dengan cara mengurung mental dan cara berpikir kita sehingga merasa bahwa produk dari luar lebih baik. Padahal, senyatanyalah bahwa produk Indonesia tak kalah berkualitas daripada produk bangsa lain. Baiklah, pada kesempatan ini, mari fokus membahas oli bikinan Indonesia saja. Pasalnya, di tengah gempuran otomotif, adalah peluang besar jika kita menggunakan oli bikinan bangsa sendiri.
Hitung-hitungannya tidak sekadar ekonomis, tetapi juga patriotis. Bayangkan, saat ini, rata-rata penduduk Indonesia sudah mempunyai paling tidak sepeda motor masing-masing. Jika saja semua penduduk Indonesia memilih memakai oli bikinan Indonesia, kita akan beruntung secara berlipat-lipat. Ibaratnya, kita membeli untuk masuk ke kas negara sendiri. Kita yang membeli, kita yang beruntung. Ini juga akan berefek ganda. Karena menjadi pilihan di negara sendiri, kita tentu akan semakin percaya diri untuk menjualnya kepada negara lain.
Ingat, bangsa kita potensial untuk memperkenalkan oli hasil buatan Pertamina ini. Lihatlah pasar sepeda motor terbesar saat ini: Honda dan Yamaha. Kedua pabrikan besar ini membuat bahasa Indonesia mendunia dengan kalimat: semakin di depan (Yamaha) dan Satu Hati (Honda). Saban hari manakala menonton Moto Gp, kalimat berbahasa Indonesia ini berseliweran, dari Malaysia hingga Italia. Tak lama ini, kita juga akan memiliki sirkuit balapan.
Nah, pertanyaannya: apakah kita sudah cukup puas jika sebatas mempromosikan bahasa Indonesia melalui pabrikan besar itu, padahal, pada saat yang sama, kita demikian berpotensi untuk memperkenalkan produk bikinan Indonesia ini? Saya jadi teringat pada Rio Haryanto yang sempat masuk ke ajang utama balapan mobil. Pertamina mengambil posisi demikian penting: menjadi sponsor. Sayang, wajah kita belum terlalu baik pada masa itu. Apa karena Rio Haryantyo kurang terampil untuk mengemudi?
Mari jangan menghakimi. Mari mencoba mencari alternatif bahwa andai, misalnya, Pertamina mempunyai dana yang maksimal untuk mendukung Rio Haryanto, jangan-jangan Indonesia semakin mendunia. Muluk-muluk barangkali penilaian ini. Namun, muluk-muluk bukan berarti omong kosong. Penilaiannya begitu sederhana. Begini, andai saja setiap kendaraan di Indonesia memilih menggunakan oli bikinan pertamina yang jelas-jelas tak kalah berkualitas, jangan-jangan laba dari setiap pembelian kita itu menjadi rupiah untuk membantu Rio Haryanto mengharumkan nama bangsa?
Bangga Menjadi Indonesia
Poin saya sederhana sebenarnya: marilah bangga menjadi Indonesia. Barangkali Anda menilai tulisan ini malah mempromosikan Pertamina dan produknya. Tetapi, walau demikian, apakah salah bagi kita sebagai warga bangsa, yang lahir dan akan mati di negara ini, jika mempromosikan karya bangsanya sendiri? Saya rasa tidak. Karena itu, ayolah, mumpung dalam hal oli ini kita demikian potensial meraup untung dan menadi bangsa yang mumpuni, marilah sama-sama mengharumkan nama bangsa.
Jangan jadikan bangsa kita hanya bangsa yang berkemilau mata ketika melihat hasil karya bangsa lain. Sangat simpel sebenarnya. Mari menjadikan oli bikinan Pertamina, seperti Fastron dengan berbagai variasinya sebagai oli pilihan keluarga kita, bahkan sebagai gaya hidup kita. Jangan malu, jangan gengsi, jangan bermental inlander. Haryono Silalahi, Presiden Club Speedgonz, pernah mengatakan bahkan untuk mobil mewah sekelas Porsche saja, oli Fastron bisa menjadi pilihan utama.
Ingat, menjadi Indonesia tak cukup dengan membuat KTP. Menjadi bangsa Indonesia lebih daripada sekadar KTP, yaitu mencintai dan memilih produk bangsa sendiri. Jangan malu dengan produk kita. Justru, ayo menjadikannya sebagai gaya hidup. Lagipula, di mana rasa malu kita jika di depan rumah kita sendiri terpampang kalimat yang bukan dari kalimat kita? Ayo, , mari mencintai Indonesia dari bentuk yang nyata dan mudah!
===
Penulis Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Doloksanggul, Aktif di Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) dan di Toba Writers Forum (TWF)
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]