Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya mengendap-endap. Lalu, eh, astaga saya terperanjat. Saya bertemu dengan virus corona sedang berjuntaian di sebuah ranting pohon. “Hei, marilah kemari, oh, kawan,” serunya bergairah bak lagu Titiek Puspa..
Saya tersentak. Saya ingat petuah dokter tentang social distancing . “Jaga jarak, minimal satu meter,” terngiang-ngiang di kupingku. Kuambil jarak tiga meter, agar lebih aman. Wah, ini kesempatan berwawancara, pikirku.
“Mr Corona, apa kabarmu,” ujarku. “Kurang baik,” sahutnya. “Mengapa,” aku mengejar. “Warga kota ini sudah mulai taat melaksanakan social distancing,” jawabnya, jengkel. “Lho, kan bagus untuk memutus penularan dirimu,” kataku pula.
“Itu dari sudut kepentingan kalian, wahai para manusia,” ketus si Om Corona. “Kami kehilangan peluang memperoleh klien baru,” lanjutnya cemberut.
Beberapa langkah pemerintah juga disesali Om Corona ini. “MTQ Sumut ditunda, begitu juga Sumut Fair,” katanya bersungut-sungut. “Sekolah dan kampus pun diliburkan, dan belajar melalui sistem online.” lanjutnya menggerutu.
Mr Corona ini kecewa ketika kafe dan restoran di Jalan Dokter Mansyur, bersebelahan dengan Kampus USU Medan sejak Senin malam (23 Maret) juga sudah ditutup. Bahkan, Pemprovsu meminta tempat hiburan, mulai dari night club, kafe, diskotik, bioskop, tempat bilyar dan sebagainya di Sumut ditutup dua pekan hingga 5 April 2020.
Namun dia masih mempunyai pengharapan. Berbagai pasar tradisional dan perbelanjaan modern masih dibuka. Maklum, merupakan kebutuhan warga kota untuk membeli kebutuhan bahan pokok.
Tapi Om Corona ini khawatir jika para pembeli dan penjual melaksanakan “jaga jarak” dengan disiplin. Tak berbelanja berlama-lama. Tak lagi malah ngerumpi. Sudah dicatat mau membeli apa, lalu dieksekusi dengan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Lalu, go home!
Si Mr Corona juga kesal melihat sopir angkot membawa penumpang tak lagi penuh. Tapi hanya beberapa orang dengan jarak duduk antarpenumpang minimal satu meter. “Sedikit tapi aman dari virus,” begitu tekad para sopir angkot.
Wah, saya tersadar sudah kelamaan wawancara dengan Mr Corona. “Terima kasih, Bung,” kataku dan bergegas pergi. “Hey, dont go, dont go,” pekik Om Corona menirukan lagu the Beatles. Saya tak berpaling, dan setiba di rumah, lalu menulis kolom ini.