Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Gerakan #Bergotongroyong mengajak masyarakat menghentikan propaganda menakutkan terkait pandemi covid-19. Seharusnya, saat ini menjadi momentum terjalinnya kerjasama untuk pencegahan dengan melibatkan peran aktif masyarakat pada tingkat terendah dari berbagai kelompok pemangku kepentingan.
“Bantuan tidak akan pernah cukup, sehingga yang dibutuhkan adalah pola pencegahan yang efektif dan efisien. Di mana pemerintah dan masyarakat harus saling sinergi untuk menjamin keberlangsungan hidup bersama,” kata Koordinator Gerakan #Bergotongroyong, Bobi Septian kepada wartawan di Posko #Bergotongroyong, Garasi Mataniari, Komplek Catalia No 4, Medan Minggu (5/4/2020).
Menurut Bobi, saat ini, masyarakat dicekam rasa ketakutan berlebihan. Di sisi lain ada kebutuhan ekonomi yang tak bisa ditolak. Harga-haarga semakin tinggi dan terus mengalami kelangkaan. Bahkan perusahaan kini juga terancam tidak mampu membayar gaji disebabkan ketiadaan produksi.
Akumulasi ini akan berdampak lebih buruk bila pemerintah tidak sigap dan tegas menyikapi keadaan ini. Beberapa momentum seperti Ramadhan, Idul Fitri dan kenaikan kelas bagi siswa SD, SMP dan SMA sederajat akan banyak membutuhkan biaya bagi masyarakat. Sehingga dibutuhkan sebuah manajemen kepanikan yang bisa menekan tingkat kepanikan dan harapan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Ini harus dilakukan hingga ke tingkat lingkungan dan melibatkan stakeholdernya.
“Daripada melakukan penyemprotan di jalan, saya kira itu buang-buang uang. Tidak tepat sasaran dan tidak menghilangkan ancaman,” tukas Bobi lagi.
Sementara Koodinator Divisi Adokasi dan Edukasi Gerakan #Bergotongroyong Teddy Wahyudi Pasaribu, menyebutkan perlunya sebuah penanganan yang lebih integral dalam pencegahan covid 19.
“Kita memandang perlu untuk melibatkan berbagai pihak yang kompeten untuk membangun pola edukasi dan informasi kepada masyarakat. Dimana di dalamnya ada muatan antropologis dan psikologis yang mendukung upaya pencegahan covid 19,” kata Teddy.
Untuk itu, dibutuhkan aplikaasi modul yang dapat melakukan pemetaan hingga ke tingkat lingkungan. Sehingga pendataan perlu dilakukan hingga tingkat liingkungan. Jadi pendataan itu tidak hanya soal keterpaparan covid semata, tapi juga kondisi social, ekonomi dan lingkungan.
“Jadi kita harus melakukan pendataan ini tidak karena ketakutan. Karena bila ketakutan hanya akan menghasilkan sikap denial atau penyangkalan. Sehingga focusnya tidak hanya ruang public saja, tapi juga faktor-faktor lainnya yang mendorong meningkatnya resiko keterpaparan akibat lingkungan dan lainnya. Dan ini harus dikoordinasikan antara lingkungan hingga tingkat gugus tugas,” tambah Teddy.
Sementara Indo Mora Siregar. Pengajar psikologi pada Universitas Sari Mutiara Medan menyepakati Bobi. Menurut Indo, saat ini kekhawatiran berlebih mendorong psikosomatis pada masyarakat.
“Jarang sekali informasi yang disampaikan oleh pemerintah bahwa tingkat kesembuhan para penderita covid 19 ini mencapai 97%. Tapi yang digaungkan adalah fatality rate yang hanya 3%,” ujar Mora.
Hal ini dapat dilihat dari penolakan-penolakan di tingkat masyarakat. Perbedaan latar belakang setiap warga menjadi kunci bagi upaya pencegahan covid-19. Misalnya, pengusiran para ODP. Belum lagi penolakan pada pemakaman korban covid 19. Kekhawatiran-kekhawatiran ini akan membuat masyarakat sulit untuk mengakses fasilitas layanan kesehatan. Jadi sekarang ini, kalo ada batuk atau flu, warga lebih memilih tetap di rumah saja. Mereka tidak mau mengakses layanan kesehatan dengan berbagai alas an seperti khawatir disebar ke masyarakat.
“Kekhawatiran akan kematian meningkatkan pembangkangan pada pasien terduga dovid misalnya. Padahal kematian tertinggi lebih diakibatkan keterlambatan pelayanan kesehatan. Dengan akumulasi situasi ini, kita butuh penguatan mentalitas dengan pemikiran-pemikiran yang lebih positif dan baik,” tambah Indo Mora lagi.
Jadi pada tahap awal, memunculkan rasa takut itu penting. Tapi tidak boleh dipertahankan lama. Karena bisa berujung pada konflik social. “Terlihat dari beberapa kasus di Indonesia. Sehingga perlu dievaluasi bahwa bukan hanya ketakutan, tapi harus lebih waspada,” tukas Indo Mora lagi.
Di sisi lain, Sahlan dari Salink Redam Covid 19, menyebutkan bahwa timnya bersama dengan Gerakan #Bergotongroyong sudah menyiapkan aplikasi yang dapat menghimpun data sosial, ekonomi dan lingkungan.
“Dengan aplikasi ini kita bisa melakukan tindakan-tindakan yang terukur. Termasuk mengantisipasi situasi-situasi keamanan hingga pada tingkat lingkungan. Apalagi situasi kini semakin mengkhawatirkan soal keamanan,” jelas Sahlan.