Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Meski Medan termasuk zona merah corona karena banyak warganya terinfeksi virus corona, namun aktivitas masyarakatnya berlangsung normal alias biasa saja. Dalam dua hari terakhir ini, medanbisnisdaily.com, memantau sejumlah kawasan di kota ini dan menemukan fakta bahwa imbauan stay at home, jaga jarak atau berperilaku sesuai protokler kesehatan masih belum diterapkan sebagian besar warga kota ini.
Menanggapi itu, Psikolog Irna Minauli dari Minauli Consulting kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (29/4/2020) menjelaskan dari sisi psikologis. Ia mengatakan, perilaku seseorang untuk mendekati atau menjauhi sesuatu perintah, seperti stay at home yang dicanangkan oleh pemerintah, sangat ditentukan oleh banyak faktor.
"Kalau kita tinjau dari teori pembentukan sikap, maka hal ini sangat bergantung pada isi pengetahuan (kognitif) seseorang. Biasanya semakin banyak informasi dan semakin objektif atau sesuai dengan kenyataan, hal ini membuat seseorang memiliki kewaspadaan terhadap kondisi tersebut," ujar Irna.
Aspek afektif (perasaan) ini, sambung Irna, membuat seseorang memiliki perasaan tertentu. Misalnya berupa kecemasan atau ketakutan akan mengalami penyakit tersebut. Pada akhirnya akan membentuk perilaku (konatif) untuk menjauhi situasi-situasi yang mengandung risiko penularan. Mereka akan lebih patuh menggunakan masker, menjaga jarak dan tetap di rumah serta menerapkan perilaku sehat dengan mencuci tangan. Sebaliknya, ketika seseorang tidak memiliki pengetahuan atau sumber informasi yang salah, sehingga meremehkan penyakit tersebut, mereka tidak memiliki perasaan ketakutan sehingga menjadi kurang waspada. Pada akhirnya perilaku mereka pun tidak menjauhi hal-hal yang dapat menjangkiti mereka.
Meski jika ditinjau dari pandangan Selye tentang “General Adaptation Syndrome”, mereka yang terlalu cemas tentang penyakit ini lebih berpeluang mengalami stres yang ditandai dengan adanya reaksi fisiologis dan biopsikologis yang membuat tubuh senantiasa berada dalam kondisi waspada (alarm stage, resistance stage) yang pada akhirnya menimbulkan kelelahan (exhaustion stage). Kondisi stres ini sendiri jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan masalah kesehatan. Diketahui bahwa stres dapat menurunkan imunitas seseorang.
Di sisi lain, bisa saja seseorang sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang pandemi ini, namun mereka tidak memiliki pilihan lain atau melihat bahwa peluang berhasil mendapatkan nafkah lebih besar kalau mereka berada di luar, mereka tentunya sudah memiliki perhitungan tersendiri bagi dirinya.
Belum lagi banyaknya reinforcement yang mereka dapatkan ketika berada di luar. Sepertinya terjadi pengkondisian bahwa berada di jalanan berasosiasi dengan kemungkinan besar untuk mendapatkan sumbangan atau bantuan. Hal ini tentunya memperkuat perilaku seseorang untuk keluar rumah.
"Penelitian di Amerika tentang mereka yang work from home dibandingkan dengan mereka yang tetap bekerja, tampaknya memperlihatkan bahwa mereka yang work from home malah lebih memperlihatkan psychological well-being yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tetap bekerja. Itu sebabnya, psikoedukasi tetap harus digaungkan oleh pemerintah sehingga meskipun seseorang terpaksa harus keluar rumah, mereka tetap harus mempertahankan perilaku sehat yang ditetapkan dalam masa pandemi ini," lanjut Irna.
Selain itu, perlu diubah pengkondisian yang salah selama ini dengan memberi sumbangan di pinggir jalan, mungkin yang harus diberikan reinforcement adalah mereka yang tetap berada di rumah. Lebih baik mendatangi mereka dari rumah ke rumahnya, tutupnya.