Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Penularan Covid-19 di seluruh dunia, termasuk di Indonesia belum menunjukkan kelandaian. Pada saat artikel ini ditulis, tercatat data 45.891 kasus positif Corona di seluruh Indonesia, khusus di Sumut terkonfirmasi 1.095 orang. Hal yang menggembirakan adalah melambatnya orang yang meninggal dan bertambahnya yang sembuh.
Selama pandemi Covid-19 ini ditemukan sejumlah hal yang sebelumnya tidak pernah diprediksi. Berdasarkan pemberitaan media cetak, elektronik, daring, dan sosial dapat disimpulkan bahwa keluarga telah menjadi pusat Ibadah, pendidikan, kesehatan, kerja, keluyuran). Tulisan ini bermaksud membentangkan “kontribusi” Covid-19 dalam manajemen keluarga.
Pusat Ibadah
Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang tidak memiliki keluarga. Kehidupan setiap insan berawal dan berakhir dalam keluarga. Hal ini mengingatkan kita peran strategis sebuah keluarga. Seorang anak, pertama kali mengenal Sang Pencipta bukan dari guru agamanya tetapi dari kedua orang tuanya (baca: keluarga). Demikian juga tata cara (liturgi) beribadah kepada Sang Mahakuasa dimulai dari keluarga. Hal ini menginformasikan kepada kita bahwa keluargalah yang pertama dan utama memperkenalkan kepada setiap insan terkait hakikat Tuhan beserta perintah yang harus ditaati dan larangan yang mesti dijauhi.
Kehadiran guru agama dan/atau sebutan lainnya termasuk rumah ibadah sejatinya perpanjangan tangan keluarga. Oleh karena berbagai keterbatasan yang dimiliki keluarga dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap Sang Pemurah, peran para tenaga ahli/profesional keagamaan menjadi urgen.
Sejak pandemi Covid-19, peran para agamawan dalam merawat iman seluruh umat di dunia, termasuk anak-anak beralih kepada orang tua dan keluarga. Banyak keluarga yang dengan tekun membekali anak-anak dengan iman percaya kepada Sang Mahakasih. Di sisi lain tidak sedikit keluarga yang kewalahan melaksanakan ibadah bersama anak-anak di rumah. Hal terakhir ini dapat dimaklumi karena demikian saratnya beban orang tua dalam membenahi ekonomi keluarga.
Dalam situasi seperti inilah, mau tidak mau, keluarga harus menjadi pusat peribadatan. Apabila diabaikan, tidak tertutup kemungkinan putera-puteri kita akan kehilangan arah. Akhirnya, mereka akan menjadi korban keganasan yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi informatika saat ini. Jadi, sembari berharap bahwa Covid-19 segera punah dari muka bumi, atau setidaknya terputuskan rantai penyebarannya, keluarga harus siap dan membiasakan diri dalam kenormalan baru untuk menjadi pusat peribadatan kini dan sepanjang kehidupan.
Pusat Pendidikan
Terkait keluarga sebagai pusat pendidikan, dalam media ini (6/5/2020) telah dipaparkan bahwa Covid-19 mengembalikan roh pendidikan pada keluarga. Keluarga yang selama ini mempercayakan penuh pendidikan anak pada lembaga persekolahan, pandemi corona membangkitkan semangat orang tua untuk berbagai tanggung jawab. Pembinaan karakter, moral, etika, disiplin dan semua hal yang berkaitan dengan soft skills sejatinya tanggung jawab seluruh keluarga. Penanaman pilar pendidikan Unesco: (1) learning to know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk terampil melakukan sesuatu), (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama) menjadi prioritas keluarga dalam menjalani kehidupan normal baru. Jadi, keluarga bukan sekadar mendampingi anak-anak untuk mengerjakan tugas dan/atau ujian dari guru (baca: sekolah). Civid-19 menyadarkan keluarga sebagai pendidik utama dan terutama.
Pusat Kesehatan
Selama pandemi covid-19 ini, pemerintah mengingatkan setiap orang agar tetap menjaga kesehatan dan kebugaran. Bahkan dianjurkan agar tidak datang ke rumah sakit dan/atau dokter untuk berobat jika tidak dalam keadaan darurat. Perilaku ini cukup sederhana. Namun, apabila setiap orang melakoninya, tidak tertutup kemungkinan rumah sakit akan tutup secara perlahan dan para dokter akan menjadi pengangguran.
Tampaknya kenormalan baru dalam bidang kesehatan sedang menuju ke arah sana. Setiap orang selalu menjaga kesehatannya. Mereka tidak lagi mengonsumsi makanan yang siap saji. Memiliki waktu yang cukup untuk beristrahat. Pada beberapa pemukiman di Kota Medan terlihat orang tua, terutama para usia lanjut melakukan kegiatan olahraga seperti berjalan kaki, naik sepeda, berjemur di panas matahari. Pandemi covid-19 menyadarkan masyarakat betapa pentingnya menjadi dokter bagi diri sendiri.
Selain itu, pemanfaatan tanaman obat sebagai kearifan lokal masyarakat Indonesia sudah mulai menjadi konsumsi sehat. Perilaku ini sebagai titik awal melawan mafia obat-obatan di tanah air. Orang tua zaman dulu mereka memiliki daya tahan tubuh yang kuat bukan karena mengonsumsi obat kimia, namun memanfaatkan ramuan daun-daunan yang bertebatan di sekitar mereka. Ketersediaan rumah sakit dan dokter spesialis pun tidak sebagaimana saat ini. Semakin banyak rumah sakit yang memiliki fasilitas mewah serta tenaga medis yang berpendidikan tinggi, semakin banyak jenis penyakit bermunculan. Usia harapan hidup pun semakin menurun. Tiada satu pun yang menyangka bahwa Covid-19 membangkitkan bawah sadar masyarakat bahwa menjaga kesehatan jauh lebih penting daripada mengobati
Pusat Kerja
Bekerja dari rumah (work from home) selama tiga bulan terakhir ini memang cukup melelahkan bahkan membosankan. Dari berbagai informasi yang bertebaran di media sosial, para pekerja (kemungkinan ada yang dirumahkan dan/atau diberhentikan) selalu mengeluh akan ketidaknyamanan bekerja dari rumah. Tidak sedikit yang stress karena tidak terbiasa berada di depan layar komputer, terutama para guru dan dosen. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa bekerja dari rumah menjadikan anak-anak, merasakan betapa sibuknya/kerja kerasnya orang tua untuk mencukupkan kebutuhan keluarga. Dan ini secara tidak langsung dapat menjadi pembelajaran berharga bagi putra-putri kita yang saat ini sering mendapat julukan generasi rebahan.
Keluarga sebagai pusat kerja juga dapat menginspirasi seluruh anggotanya untuk menemukan format yang memudahkan untuk menunaikan tugas masing-masing. Saling menopang/kerja sama, misalnya, lebih efektif dan efisien mengeksekusi kegiatan setiap anggota keluarga. Ungkapan, sengsara membawa nikmat, salah satu pesan dibalik kehadiran virus corona ini.
Pusat Keluyuran
Pada era revolusi industri 4.0, hampir semua keluarga, terutama yang berdomisili di perkotaan, memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Dapat dipastikan bahwa rumah hanya sebagai tempat persinggahan. Komunikasi efektif antar-anggota keluarga jarang terwujud. Kebiasaan itu diruntuhkan oleh wabah virus corona. Kini, keluarga telah menjadi pusat kuliner, wisata, jalan-jalan, atau keluyuran bagi semua anggota keluarga. Apakah fenomena ini bertahan lama, waktu jualah yang akan menjelaskan.
Akan tetapi, mencermati populasi yang terinfeksi positif covid-19 di seluruh Indonesia (terus bertambah), kegiatan keluyuran ini akan berlanjut dalam ranah keluarga. Atau setidaknya akan menjalani pola gerak dalam era kenormalan baru. Lagi-lagi, pandemik covid-19 memberi ruang baru bagi keluarga untuk saling mengingatkan agar tetap guyub ketika keluyur.
Penutup
Era disrupsi sebagai salah satu tantangan abad ke-21, telah dirasakan oleh seluruh umat manusia, termasuk masyarakat Indonesia. Hal-hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya justru harus dilakoni. Kegiatan ibadah, pendidikan, kesehatan, kerja, dan keluyuran dilaksanakan di luar rumah, kini harus dilakukan dalam keluarga. Orang tua wajib menjadi pemimpin rumah ibadah, kepala/guru sekolah, perawat/dokter, pimpinan/karyawan kantor, dan leading tour. Covid-19 membombardir kehidupan normal (old normal). Selamat datang kehidupan kenormalan baru (new normal)!
===
Penulis Associate Professor LLDikti Wilayah I Sumut dpk pd Universitas Prima Indonesia.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]