Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PERAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca direvisinya UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 sangat dinanti oleh masyarakat, apalagi di masa pandemi corona saat ini. Peran lembaga antirasuah tersebut tidak terlihat garang dan bertaring pasca UU KPK direvisi dan pergantian pimpinan KPK. Padahal KPK)yang diharapkan oleh masyarakat dapat menjadi antitesis dari para koruptor. Terutama di masa pandemi corona saat ini, peran KPK tidak terlihat di depan publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya memberantas dan mencegah korupsi.
Dalam masa pandemi corona seperti ini banyak anggaran negara yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak dari pandemi corona, baik dalam bidang kesehatan maupun upaya pemulihan ekonomi yang berpotensi disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga merugikan keuangan negara. Sudah seharusnya peran KPK dapat dilihat oleh masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yakni melakukan monitor setiap penyelenggara negara, meminta laporan instansi terkait, dan mendorong setiap penyelenggara negara membuat transparansi anggaran dalam bentuk e-budgeting yang menggunakan anggaran negara tekhususnya untuk anggaran pemulihan di masa pandemi corona ini. Seharusnya peran ini dapat dilihat masyarakat banyak secara nyata sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Tranparansi anggaran penanganan Covid-19 ini harusnya dapat didorong secara nyata dan langsung oleh KPK, sehingga masyarakat dapat ikut terlibat langsung melihat, memantau dan mengawasi anggaran yang dipakai oleh penyelenggara negara. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik , UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan maupun Undang-undang lain terkait tentang penyelenggara negara dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
KPK juga sudah seharusnya dapat aktif mensosialisasikan secara luas kepada para penyelenggara negara, instansi terkait, ataupun pejabat (baik pejabat tinggi negara mapun pejabat desa) yang menggunakan dana penanganan Covid-19, tentang ancaman pidana penjara seumur hidup hingga hukuman mati ketika melakukan korupsi di masa pandemi corona seperti ini. Seperti yang tertuang dalam pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi “Ayat 2 : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)’. “Ayat 3 : Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.” Sosialisasi tersebut dapat menjadi salah satu cara dan upaya dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Dengan adanya sosialisasi tersebut, maka penyelenggara negara kemungkinan besar akan berpikir ulang ketika ingin melakukan tindak pidana korupsi, baik penyelenggara negara yang ada di pusat maupun daerah hingga pedesaan. Sehingga upaya penanganan covid-19 dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pihak yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan pada masa pandemi ini.
Perlu diketahui bahwa anggaran penanganan covid-19 bertambah menjadi Rp 677,2 triliun yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada media usai rapat bersama Presiden Joko Widodo melalui video conference. Anggaran tersebut dibagi menjadi beberapa bagian, yakni pertama diperuntukkan bagi bidang kesehatan Rp 87,55 triliun, yang kedua diperuntukkan bagi perlindungan sosial masyarakat terdampak Rp 203,9 triliun , yang ketiga diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang terdampak covid-19 sebesar Rp 123,46 triliun, keempat diperuntukkan bagi insentif dunia usaha Rp 120,61 triliun, kelima diperuntukkan bagi pendanaan korporasi yang terdiri dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan korporasi padat karya, yang terakhir diperuntukkan dukungan sektoral maupun kemenentrian dan lembaga serta pemda Rp 97,11 triliun.
Dana sebesar itu sangat rentan disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan pada masa pandemi ini. Sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja ekstra keras dari biasanya dalam mencegah terjadinya korupsi dana penanganan covid-19 ini dengan menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Pencegahan dan penindakan oleh KPK sangat dinanti masyrakat dimasa pandemi corona ini.
Saat ini masyarakat jadi bertanya-tanya tentang fungsi KPK dalam mengawasi lembaga negara. Sebagian masyarakat menduga bahwa peran KPK saat ini nyata tetapi tidak ingin membuat pencitraan didepan media dan masyarakat, mereka bekerja dengan tulus tanpa harus diliput media dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Itu terlihat dari penindakan kasus korupsi yang semakin menurun drastis, terutama operasi tangkap tangan yang selama ini menjadi momok bagi para koruptor. Sebagian lagi menganggap bahwa peran KPK dalam memberantas korupsi semakin melemah setelah pergantian pimpinan KPK dan di revisinya Undang-undang KPK.
Liputan terakhir media tentang lembaga KPK tu adalah ketika KPK diberikan rapor merah oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) yang menganggap KPK memasuki masa yang paling suram, serta liputan media tentang pimpinan KPK yang dinilai bergaya hidup mewah dengan menaiki helikopter swasta ketika sedang cuti.
Penulis masih berharap peran lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca pergantian pimpinan dan revisi UU KPK dalam mencegah dan menindak para pelaku tindak pidana korupsi di masa pandemi corona ini terlihat secara nyata. Sehingga dapat membawa Indonesia kearah yang lebih baik lagi dan masyarakat dapat merasakan dampaknya secara nyata.
===
Penulis Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Cabang Medan
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]