Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tim penasehat hukum (PH), Maulana Akhyar Lubis, satu dari 2 terdakwa kasus korupsi di Bank Sumut menegaskan, kasus yang dijerat kepada kliennya bukanlah tindak pidana korupsi melainkan keperdataan dari transaksi jual beli MTN. Penerbitan MTN sebagaimana pada prinsipnya adalah suatu surat berharga berupa surat utang sebagai bukti bahwa penerbit telah meminjam uang kepada pemegang MTN (perjanjian pinjam meminjam).
"Berarti adanya hubungan hukum berupa utang piutang dimana penerbit berutang kepada sejumlah pemegang MTN yang menimbulkan kewajiban bagi penerbit untuk membayar kembali utang tersebut kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. Sehingga hubungan hukum antara PT. SNP dan PT. Bank Sumut karena adanya perjanjian jual beli MTN yang bersifat keperdataan yang apabila terjadi gagal bayar maka PT. Bank Sumut selaku pemegang MTN dapat mengajukan gugatan kepada PT. SNP selaku penerbit MTN," jelas Eva Nora SH MH selaku PH terdakwa Maulana Akhyar Lubis dalam sidang beragendakan eksepsi di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (13/7/2020) siang.
Ditegaskan PH terdakwa ini lagi, bahwa dakwaan penuntut umum yang tidak berdasarkan hukum sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2), dan (3), serta Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Maka dakwaan a quo adalah dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas/kabur (obscurlibel) sehingga menurut hukum harus dinyatakan batal demi hukum," tegasnya lagi.
Maka, tambahnya lagi, apa yang didakwakan terhadap kliennya ini bukanlah tindak pidana korupsi melainkan tugas yang dijalankan selaku Pimpinan Divisi TResuri PT. Bank Sumut.
"Terdakwa Maulana Akhyar Lubis, selaku Pimpinan Divisi Tresuri PT. Bank Sumut telah melakukan tugas dan kewenangannya sesuai dengan Jobdesk nya, sehingga apa yang dilakukan terdakwa Maulana Akhyar Lubis adalah sesuai dengan prosedur dan Standar Operational Perusahaan (SOP) yang ada pada PT. Bank Sumut," jelasnya lagi.
Sementara penganalisaan PT. SNP, tambahnya, bukanlah menjadi tugas dan kewenangan Divisi Tresuri melainkan merupakan tugas dan kewenangan Divisi Kredit, yang mana hasil analisa oleh Divisi Kredit tersebut disampaikan kepada Direktur Utama dan Direktur Bisnis dan Syariah PT. Bank Sumut.
"Apa yang didakwakan terhadap Maulana Akhyar Lubis, bukanlah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Bahwa terhadap perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam hal Rekayasa Laporan Keuangan PT. SNP, yang tidak pernah diketahui dan tidak pernah ada pemberitahuan tentang Laporan Keuangan yang disampaikan bukanlah Laporan Keuangan yang sebenarnya, yang seharusnya Donni Satria yang dijadikan tersangka, karena jelas-jelas sudah secara sengaja menipu dengan merubah atau merekayasa Laporan Keuangan PT. SNP," katanya.
Sementara dalam hal yang berkaitan dengan resiko kapatuhan dan juga manajemen Resiko, adalah merupakan tanggung jawab PT. Bank Sumut yang terdiri dalam hal ini adalah para Direktur yakni Direktur Utama, Direktur Kepatuhan, Direktur Pemasaran, Direktur Bisnis dan Syariah, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) dan (2), Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga bukan pada diri terdakwa Maulana Akhyar Lubis yang hanya selaku Pimpinan dari Divisi Treasuri yang merupakan salah satu bagian (DIVISI) pada PT. Bank Sumut.
"Dan terdakwa Maulana Akhyar Lubis telah melakukan tugas dan kewenangannya yang mengacu pada Surat Keputusan Direksi No. 531/DIR/DTS-TS/SK/2004 tentang Pedoman Tresury PT. Bank Sumut, tanggal 29 Desember 2004. Apa yang didakwakan didalam uraian tentang Kerugian PT. Bank Sumut tidak dapat disamakan dengan kerugian Negara, bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (6) UU PT. BUMN Persero memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman, dan karakteristik dari suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan dan pengurusnya," bebernya.
Dengan demikian kekayaan PT. Bank Sumut adalah sebagai Badan Hukum bukanlah Kekayaan Negara yang oleh karenanya jika terjadi kerugian di suatu BUMN Persero maka kerugian tersebut bukan merupakan kerugian keuangan Negara melainkan kerugian perusahaan atau lazim juga disebut sebagai resiko bisnis sebagai badan hukum Privat.
"Jadi apa yang didakwakan terhadap terdakwa Maulana Akhyar Lubis, bukanlah tindak pidana pencucian uang melainkan transaksi jual beli," ungkapnya.
Bahwa terdakwa Maulana Akhyar Lubis menerima transfer dana dari Andri Irvandi sebesar Rp. 514.000.000, pada, 10 November 2017 yang mana uang sebesar itu merupakan uang pembayaran dari Andri Irvandi untuk pembelian tanah milik Sdr. Maulana Akhyar Lubis yang terletak di Depok / Bogor.
"Oleh karena itu, atas dakwaan berdasarkan Pasal 77 dan 78 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, akan dibuktikan nantinya setelah pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum," tegasnya.
Terakhir ditegaskannya, bahwa dakwaan penuntut umum tidak cermat dalam menguraikan aliran dana dari Andri Irvandi kepada NAN (pimpinan bidang Global Market Bank Sumut) yang beberapa kali yakni 15 Maret 2017, 16 Maret 2017, 3 November 2017, 9 Maret 2017, 9 Maret 2017 dan 13 April 2017, dan demikian pula terdapat aliran dana dari Andri Irvandi kepada RPH.
"Yang menguraikan pengaliran dana hanya dikutip dari rekening Koran tanpa memberikan penjelasan yang lengkap tentang aliran dana-dana dimulai dari Arif Efendi, Andri Irvandi, terdakwa Maulana Akhyar Lubis, NAN, dan RPH (Komisaris Utama Bank Utama) sehingga tidak dapat dikatakan sebagai uang yang berasal dari pencairan pembayaran PT. Bank Sumut kepada PT. MNC atas MTN IV Tahun 2017 dan MTN VI Tahap I dan Tahap II Tahun 2018," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, kasus dugaan korupsi surat berharga mencapai Rp202 Miliar dengan terdakwa, Direktur Kapital Market PT Securitas, Andri Irvandi dan Pimpinan Divisi Treasuri PT Bank Sumut, Maulana Akhyar usai menjalani sidang perdana pada, Senin (6/7/2020) lalu mencuat ada keterlibatan direksi Bank Sumut dalam dugaan mega korupsi di bank plat merah ini.
Usai pembacaan eksepsi tadi, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (16/7/2020) ini dengan agenda tanggapan jaksa (replik) atas eksepsi terdakwa ini.
Seusai persidangan, Evi Nora saat ditanya wartawan menegaskan kalau Direksi Bank Sumut harus yang bertanggung jawab dalam kasus ini.
Apalagi kata Eva, sesuai apa yang dibacakan jaksa pada sidang agenda dakwaan pekan lalu sudah seharusnya direksi ikut bertanggung jawab.
"Karena ini kan sudah tanggung rentang. Mana mungkin biaya segitu besar tanpa diketahui oleh direksi. Kalau lah ini salah, berarti direksi harus salah juga," tegas Eva.