Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Penasehat hukum (PH) terdakwa kasus dugaan korupsi Bank Sumut, Maulana Akhyar Lubis menyebutkan, dari Pefindo bahwa rating PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) sejak 22 Desember 2015 adalah -A atau jauh di atas investment grade yg dipersyaratkan OJK. Bahkan sampai ditangani MNC 2017 dan hasil rating terakhir naik menjadi A per 5 Maret 2018.
"Jadi Pefindo sendiri merupakan lembaga independen yang menjadi acuan investor untuk investasi. Jadi apa mungkin di dalam dakwaannya pihak terdakwa berkongkaling memperbaiki laporan keuangan seperti tuduhan jaksa," ujar Eva Nora, selaku kuasa hukum Maulana Akhyar Lubis kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (15/7/2020) sore.
Pengacara terdakwa ini juga menyatakan, dari sisi keuangan yang dikatakan jaksa penuntut umum (JPU) Robertson Pakpahan dalam dakwaannya bahwa laporan keuangan semakin jelek itu merupakan analisa pihak jaksa, sementara perusahaan masih untung sebesar Rp 2014 70,924 M, 2015 sebesar Rp 80,777 M dan 2016 sebesar Rp 80,442 M, (audit KAP Deloite).
"Memang ada penurunan tapi tidak signifikan hanya jutaan, jadi setiap analis bisa memberikan analisanya menurut versinya masing-masing. Untuk itulah diperlukan badan independen dalam hal ini Pefindo, terkait dengan jaminan yang dikatakan jaksa tidak ada dapat disampaikan sesuai dengan UU perbankan jaminan yang utama adalah keyakinan bank terhadap kesanggupan bayar," jelasnya.
Ditambahkan Eva Nora, kliennya sebelumnya juga meminta persetujuan dirut Bank Sumut untuk analisa.
"Tentu dalam hal ini termasuk kondisi keuangan PT SNP dilakukan oleh divisi kredit dalam rangka penerapan Basel 4 dalam hal ini four eyes principel dan disetujui. Hasil analisa dari divisi ini juga disetujui oleh dirut dan direksi yg membawahi divisi kredit," beber Eva Nora.
Terpisah, Humas Bank Sumut, Sulaiman yang dikonfirmasi lewat sambungan telepon, Rabu sore hanya menjawab normatif perihal apa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa tersebut.
"Ya soal itu kita ikuti saja dulu bang persidangannya bagaimana. Kan masih ada agenda sidang lainnya seperti keterangan saksi lainnya," jawab Sulaiman dengan enggan menjelaskan lebih jauh.
Diketahui sebelumnya, kasus dugaan korupsi surat berharga mencapai Rp202 Miliar dengan terdakwa, Direktur Kapital Market PT Securitas, Andri Irvandi dan Pimpinan Divisi Treasuri PT Bank Sumut, Maulana Akhyar, mencuat ada keterlibatan direksi Bank Sumut dalam dugaan mega korupsi di bank plat merah ini.
Perkara ini bermula dari Saksi Leo Chandra mendirikan PT SNP. Selanjutnya pada sekitar tahun 2017, PT SNP mengalami kekurangan dalam keuangan, yang terlihat dari cash flow, atau cash out flow, terlihat pergerakan cash in flow lebih kecil dari uang yang keluar. Sehingga, PT SNP memerlukan tambahan dana operasional, maka diambil sikap untuk menjual surat berharga berupa Medium Term Notes (MTN).
Untuk melakukan penjualan surat berharga tersebut, Saksi Donni Satria, selaku Dirut PT SNP, melakukan negosiasi kerjasama dengan Dadang Suryanto selaku Dirut PT MNC Sekuritas. Adapun bentuk kerja sama antara PT SNP dengan PT MNC adalah menyusun dokumen-dokumen yang diperlukan untuk penerbitan surat berharga MTN tersebut, dimana jika seluruh persyaratan telah terpenuhi maka MTN sudah bisa diterbitkan.
Selanjutnya Andri Irvandi akan melakukan penawaran kepada terdakwa Maulana Akhyar Lubis selaku pemimpin Divisi Treasuri pada PT Bank Sumut yang nantinya dana PT Bank Sumut melalui terdakwa Maulana Akhyar Lubis akan digunakan atau diinvestasikan dengan cara membeli surat berharga MTN yang diterbitkan oleh PT SNP tersebut.