Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pilkada serentak yang awal mulanya akan dilaksanakan 23 Sepetember 2020 sempat dinyatakan tertunda dikarenakan adanya bencana pandemi Covid-19. Penyelengara, baik itu KPU, dan Bawaslu bersama-sama dengan pemerintah sepakat untuk menunda pelaksaaan pilkada dikarenakan tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan tahapan karena akan sangat membahayakan, baik bagi penyelenggara, peserta dan juga pemilih yang tentu harus saling berinteraksi dan berkumpul. Apalagi saat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan masa darurat bencana wabah virus corona sampai dengan tanggal 23 Mei 2020.
Bukan hanya Indonesia yang menunda Pilkada, tetapi 20 negara lain yang sedang mengadakan pemilihan juga menundanya karena covid-19 yang menjadi bencana dunia. Tetapi sejak dikeluarkannya Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi dasar dan payung hukum dalam penundaan dan pelaksanaan pilkada kembali di mana pilkada akan dilaksanakan bulan desember 2020. Yang kemudian diikuti dengan keluarnya peraturan yang dikeluarkan oleh KPU, yaitu PKPU No 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, Dan Jadwal dimana pilkada serentak akan dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020, yang merupakan perubahan jadwal dari PKPU No 15 Tahun 2019. Penyelenggara baik itu KPU dan Bawaslu juga mengaktifkan kembali Panitia penyelenggara tingkat Ad-Hock yang selama dua bulan telah dinonaktifkan di masing-masing jajarannya.
Pemutakhiran Daftar Pemilih
Pasca penundaan pilkada yang hanya sekitar dua bulan akibat bencana nonalam Covid-19 tahapan lanjutan pemilihan kepala daerah pun dimulai dengan semua proses tahapan penyelenggaraan harus disesuaikan dengan mematuhi protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19. Dengan kata lain baik itu penyelenggara, peserta dan juga pemilih diwajibkan untuk menerapkan protokoler kesehatan pencegahan virus dalam setiap tahapan pilkada, terutama jika memasuki tahapan pertemuan langsung atau tatap muka, tahapan yang berpotensi mengumpulkan orang, penyampaikan berkas secara fisik dan pertemuan didalam ruangan. Tentu menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara bahwa selain melaksanakan tahapan lanjutan, penyelenggara juga wajib menggunakan alat pelindung diri seminimal mungkin menggunakan masker saat menjalankan tugasnya.
Dalam pemutakhiran daftar pemilih sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 yang saat ini sedang berjalan, yaitu pelaksanaan tahapan pencocokan dan penelitian (Coklit) yang diadakan mulai 15 Juli-13 Agustus 2020. Dalam melakukan pelaksanaan Coklit diharapkan dapat berjalan secara maksimal dan mampu melahirkan data yang lebih akurat, karena memang prosesnya dilakukan secara faktual, yaitu petugas PPDP mendatangi pemilih secara door to door dan melakukan pencoklitan yang meminta data identitas pemilih sesuai dengan E-KTP atau KK guna memastikan pemilih merupakan warga setempat atau pemilih baru untuk dimasukkan ke dalam daftar pemilih serta mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat untuk dikeluarkan dari daftar pemilih.
Dalam pelaksanaannya, petugas PPDP juga wajib memakai APD yang disediakan oleh KPU saat turun ke lapangan. Begitu juga bagi Pengawas kelurahan/desa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pencoklitan. Dalam proses Coklit selalu muncul masalah yang hadir dalam pelaksaaannya. Ada potensi pelanggaran. Setidaknya permasalahan yang umum dan muncul berulang-ulang yaitu tidak terdaftarnya warga yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih, belum terdaftar ke dalam daftar pemilih atau tidak didaftarkan ke dalam daftar pemilih baru (A.A- KWK), atau pemilih yang tidak memenuhi syarat, misal yang sudah meninggal, pindah, ganda, anggota TNI/Polri dan sebagainnya masih ada dalam daftar pemilih. Bisa dikarenakan karena PPDP tidak melakukan Coklit dengan turun ke lapangan atau hanya mencoklit di atas meja, berbekal dengan bantuan informasi dari kepala lingkungan atau malah PPDP-nya sendiri yang merupakan kepala lingkungan dan merasa sudah mengetahui warga di sekitarnya, tentu dengan model pencoklitan yang seperti ini tidak akan bisa mendapat hasil yang akurat.
Kemudian permasalahan yang paling menonjol, yaitu pemilih dalam satu KK mencoblos di TPS yang berbeda, PPDP tidak memberikan tanda bukti terdaftar kepada pemilih dan tidak menempelkan stiker coklit, tidak menyelesaikan pencocokan dan penelitian sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dikarenakan bongkar pasang PPDP atau hal lainnya. Belum lagi kesulitan yang dihadapi pengawas pemilu karena banyaknya jumlah PPDP yang tidak sebanding dengan jumlah pengawas kelurahan/desa yang hanya satu perkelurahan. Sementara jumlah PPDP satu per TPS, tentu bisa dibayangkan bagaimana kesulitan para pengawas dalam melakukan pengawasan diwilayah kerjanya masing-masing apalagi bagi kelurahan yang banyak TPS-nya.
Di masa pandemi saat ini setiap penyelenggara di tingkatan wajib mematuhi protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang dituangkan dalam PKPU, Perbawaslu dan surat edaran yang dikeluarkan masing-masing instansi saat menjalankan tugasnya, tidak terkecuali bagi PPDP dan pengawas kelurahan/desa. Penyelenggara juga wajib melindungi diri dan juga pemilih agar terhindar dari Covid-19. Bagaimana jika PPDP dan Panwaslu tidak mematuhi peraturan tersebut dalam menjalankan tugasnya pasti jadi pekerjan rumah bagi penyelenggara?
Pengawasan Pemutakhiran Data Pemilih
Bawaslu sebagai penyelenggara pilkada dituntut untuk memberikan jaminan kepada warga negara agar dapat memiliki hak pilihnya sesuai dengan peraturan yang ada. Bawaslu selaku lembaga pengawas pemilihan harus mampu membuat suatu terbosan atau strategi dalam mengawasi proses pencocokan dan penelitian yang dilakukan petugas PPDP agar masalah masalah krusial terkait data pemilih bisa tidak terjadi lagi.
Ada beberapa langkah atau strategi yang bisa digunakan dalam melakukan pengawasan, antara lain, pertama, melakukan pengawasan melekat kepada PPDP. Ini bisa dilakukan melalui pengawas kelurahan/desa. Tujuan dilakukannya strategi pengawas melekat untuk mengetahui bagaimana petugas PPDP melakukan Coklit kepada setiap warga melalui metode door to door. Strategi ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang cukup kuat. Kelebihannya bisa memastikan secara valid bahwasanya petugas PPDP bekerja secara maksimal, tidak ada yang memanipulasi data. Kekurangannya, keterbatasan jumlah personel yang tidak seimbang.
Petugas PPDP jumlahnya sangat banyak untuk satu TPS, terdiri dari satu sampai dua orang per TPS, sedangkan pengawas kelurahan/desa hanya satu per kelurahan, sudah pasti PKD akan sangat kesulitan terkait pengawasan metode ini. Maka perlu diusulkan agar Bawaslu membentuk suatu petugas yang bertugas untuk mengawasi jalannya proses pencoklitan yang berjumlah sesuai dengan jumlah PPDP yang ada.
Kedua, melakukan strategi pengawasan uji petik, yaitu pengawas kelurahan/desa melakukan uji petik dengan mengunakan metode random sampling berdasarkan dua hal, yaitu rumah yang sudah ditempel stiker dan rumah yang belum ditempel stiker coklit. Tujuannya adalah menguji kinerja PPDP apakah rumah yang sudah ditempel stiker coklit benar benar sudah didatangi dan dilakukan tanya jawab berdasarkan kartu identitas, seperti KK dan KTP-El dan dilakukan secara door to door atau hanya bekerja di balik meja.
Ketiga, membuat posko pengaduan di setiap kelurahan/desa. Bawaslu melalui pengawas kelurahan/desa diharapkan membuat posko pengaduan untuk memudahkan masyarakat melapor kepada pengawas pemilu tentang pelanggaran pilkada terkhusus pada saat pencoklitan. Melalui posko ini juga bawaslu bisa mengajak seluruh masyarakat untuk aktif dan peduli terhadap hak pilih mereka, masyarakat yang tidak didatangi petugas coklit dapat melaporkan kepada pengawas kelurahan/desa melalui posko pengaduan.
Penutup
Permasalah–permasalahan di atas menjadi gambaran buruk bagi pelaksaaan pilkada ke depannya. Apakah ada penyelesaian dan juga solusi dari penyelenggara, baik itu KPU dan Bawaslu dalam memecahkan persoalan tersebut. Daftar pemilih dipandang sebagai salah satu jaminan kepastian hukum bagi pemilih untuk mengakomodir hak politiknya tentu harus dihormati oleh penyelenggara. Beberapa parameter yang digunakan dalam pemutakhiran daftar pemilih harus menjungjung tinggi asas LUBER dan JURDIL dan bersifat komprehensif.
====
Penulis Founder Indonesian Women Democration/Ketua Panwaslu Kecamatan Medan Amplas
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]