Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Disiplin bukanlah suatu alat sederhana yang bisa digunakan untuk menciptakan kedamaian semu di dalam kelas. Disiplin adalah moralitas kelas sebagai sebuah masyarakat kecil. (Emile Durkheim).
Saat ini para siswa menunjukkan sikap yang semakin kurang hormat kepada orang dewasa, dan yang lebih mengejutkan lagi adalah banyak di antara mereka yang begitu berani bersikap tidak hormat kepada guru dan figur-figur otoritas kepemimpinan lainnya. Perilaku seperti ini sering kali merupakan indikasi terjadinya kesalahan mendidik, penelantaran, dan pelecehan yang mereka terima di rumah.
Para guru, bahkan siswa-siswa yang lebih besar, sering mengeluhkan tentang betapa besar kemarahan yang dibawa anak-anak ke sekolah sekarang ini. Meskipun demikian, kedisiplinan ternyata tidak melulu menjelma menjadi sebuah persoalan. Kedisiplinan juga bisa menjadi peluang untuk memberikan pendidikan moral.
Sosiolog Jerman, Emile Durkheim mengamati hal ini. Menurut Emile, kedisiplinan dapat menjadi patokan moral yang memungkinkan berfungsinya sebuah masyarakat kecil seperti kelas.
Sebuah pendekatan moral terhadap kedisiplinan menggunakan kedisiplinan sebagai sarana untuk mengajaran nilai-nilai seperti sikap hormat dan tanggung jawab. Pendekatan ini berdasar atas tujuan utama kedisiplinan, yakni disiplin diri, yaitu suatu bentuk kontrol diri yang merupakan dasar kepatuhan terhadap peraturan hukum yang adil, salah satu ciri kematangan karakter yang diharapkan oleh masyarakat beradab dari warganya. Disiplin tanpa pendidikan moral akan sama artinya dengan sekadar mengontrol kerumunan tanpa mengajarkan moralitas.
Para guru yang mengandalkan metode-metode kontrol eksternal bisa saja membuat siswa patuh pada peraturan jika berada di bawah pengawasan. Tapi apa yang terjadi jika guru tidak ada? Riset menunjukkan bahwa anak-anak yang secara ekstensif diharuskan untuk tunduk pada disiplin yang berdasarkan kontrol eksternal hanya mengalami sedikit pertumbuhan komitmen batin terhadap prilaku baik. Sebaliknya, disiplin moral memiliki tujuan jangka panjang untuk membantu anak-anak dan remaja berperilaku sesuai tanggung jawab dalam setiap situasi, bukan hanya ketika ada orang dewasa yang mengawasi. Disiplin moral berusaha membangun sikap hormat siswa pada peraturan, hak-hak orang lain, dan kewenangan sah guru, tanggung jawab siswa atas perilaku mereka sendiri dan tanggung jawab mereka terhadap komunitas moral kelas.
Ada empat hal yang dilakukan oleh guru-guru yang mempraktikkan disiplin moral, di antaranya:
1. Guru-guru memproyeksikan pengertian kewenangan moral secara jelas dan tegas, hak dan kewajiban mereka untuk mengajarkan nilai-nilai moral seperti hormat dan tanggung jawab dan membuat para siswa bertanggung jawab terhadap standar perilaku tersebut.
2. Guru-guru memandang kedisiplinan, termasuk persoalan pembuatan peraturan, sebagai bagian yang lebih besar dari pengembangan komunitas moral yang baik di dalam kelas.
3. Guru-guru membangun dan menegakkan konsekuensi dengan cara mendidik, cara yang membuat siswa menghargai tujuan peraturan, bersedia mengubah perilaku yang salah, dan merasa bertanggung jawab memperbaiki perilaku.
4. Guru-guru menunjukkan sikap peduli dan hormat pada siswa dengan mencoba menemukan penyebab timbulnya persoalan kedisiplinan dan solusi yang dapat membantu keberhasilan siswa bersangkutan dan menjadi anggota komunitas kelas yang bertanggung jawab.
Dengan dukungan penuh dari sekolah dan komitmen guru serta kerjasama dengan para orang tua diharapkan disiplin moral tidak hanya berlaku dan dipraktikkan di sekolah, malainkan menjadi kebiasaan yang mendarah daging yang bisa menumbuhkan karakter positif untuk kehidupan bermasyarakat yang lebih luas lagi.
====
Penulis Pendidik dan Pemerhati Pendidikan
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]