Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Deflasi yang terjadi di Juli dan awal Agustus 2020 merupakan tanda bahaya yang harus diperhatikan pemerintah. Deflasi juga bisa menggambarkan sederet bantuan yang ditebar pemerintah belum optimal menopang daya beli masyarakat.
Deflasi sendiri merupakan kondisi saat penurunan harga-harga dan nilai uang naik. Hal itu terjadi karena turunnya jumlah uang yang beredar.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menjelaskan secara umum deflasi diartikan 2 hal, pertama pemerintah berhasil menjaga stok barang yang menyumbang inflasi pada level yang cukup, sehingga pasar bisa merespon permintaan yang terjadi dari masyarakat.
"Kedua, deflasi bisa juga menunjukkan lemahnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa karena misalnya berkurangnya pendapatan masyarakat, hal ini seringkali ini diartikan dengan daya beli yang melemah," terangnya, Rabu (12/8/2020).
Nah untuk mengetahui apakah terjadi pelemahan daya beli atau tidak maka data inflasi perlu disandingkan dengan data leading indikator konsumsi rumah tangga lainnya. Misalnya indeks penjualan riil ataupun melihat pertumbuhan konsumsi RT dalam PDB Indonesia.
"Kalau melihat dari rilis pertumbuhan yang dikeluarkan BPS kemarin kan konsumsi RT mengalami kontraksi hingga -5% di saat yang bersamaan indeks penjualan riil pada bulan Juli juga mengalami kontraksi hingga -17%, artinya dengan dua indikator ini, memang indikasi deflasi disini bisa diindikasikan karena melemahnya daya beli masyarakat," ucapnya.
Menurut Yusuf jika deflasi terjadi secara terus-menerus dan di saat yang bersamaan kinerja ekonomi juga memburuk, hal itu bisa menunjukkan melemahnya daya beli masyarakat.
Sementara Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan untuk deflasi di Juli 2020 sebesar 0,10% bisa dimaklumi. Sebab Juli biasanya periode Lebaran yang merupakan puncak dari konsumsi masyarakat Indonesia.
Kemudian dengan adanya pembatasan sosial yang dilakukan untuk mencegah wabah COVID-19, maka deflasi di Juli bisa dimaklumi.
Sementara Bank Indonesia (BI) yang melakukan pemantauan harga mencatat pada minggu pertama Agustus 2020 juga terjadi deflasi 0,01%. Jika pada Agustus 2020 juga terjadi deflasi maka daya beli masyarakat harus diwaspadai.
"Kalau di Agustus kan tidak ada momentum, dan PSBB kan sudah dilonggarkan, orang sudah beraktivitas. Artinya daya beli ini terpukul sekali," tuturnya.
Deflasi yang terjadi bisa diartikan 2 hal, pertama daya beli masyarakat yang merosot, kedua bantuan yang dikucurkan pemerintah tidak memiliki dampak yang berarti.
"Untuk kelompok bawah bantuan ini mungkin digunakan untuk konsumsi. Tapi untuk masyarakat menengah ke atas ada kemungkinan bantuan itu tidak digunakan untuk konsumsi, tapi disimpan untuk jaga-jaga. Nah ini yang berisiko, berapapun uang dibantu tapi tidak dipakai konsumsi tidak berpengaruh," ucapnya.(dtf)