Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) terus melakukan langkah-langkah guna menggerakkan roda perekonomian yang terpuruk akibat pandemi COVID-19. Salah satunya adalah dengan menurunkan suku bunga acuan.
Teranyar, BI menurunkan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate (7DRR), sebesar 25 basis poin menjadi 4%, pada 15 -16 Juli 2020 lalu. Padahal, belum genap sebulan BI menurunkan suku bunga menjadi 4,25%.
Penurunan suku bunga tentunya diharapkan berimbas pada peningkatan kredit. Namun, apakah kebijakan penurunan suku bunga ini langsung mengerek kredit?
Pemotongan suku bunga BI memang bisa mendorong pertumbuhan kredit, hanya saja dampak dari kebijakan ini tidak akan berdampak langsung setelah kebijakan ini dicetuskan.
"Seperti yang sudah kita saksikan pula, Pemerintah RI (Bank Indonesia) juga memangkas lagi suku bunga (BI 7-Day Reverse Repo Rate) hingga mencapai 4,00% Juli 2020. Bisa dikatakan bahwa 4,00% adalah suku bunga terendah dalam empat tahun belakangan," bunyi riset Lifepal, Selasa (18/8/2020).
Ini tak lepas dari dampak pandemi virus Corona atau COVID-19 yang melanda hampir seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pandemi COVID-19 memang menciptakan ketidakpastian dalam sektor bisnis. Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) juga sudah mengumumkan bahwa hingga 27 Mei 2020, ada 3.066.567 warga yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketika sumber penghasilan hilang, maka besar kemungkinan bagi seseorang untuk mengurangi pengeluaran, menunda pembelian aset, dan menunda investasi.
"Pengucuran kredit yang dilakukan oleh bank juga harus dengan hati-hati. Sebab, jika seorang nasabah tiba-tiba kehilangan penghasilannya, maka risiko kredit macet yang dialami bank cukup tinggi. Alih-alih mendorong perekonomian, hal ini justru bisa menciptakan masalah baru," simpul riset tersebut.(dtf)