Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Pengadilan Negeri Rantauprapat (PN RAP) sampai saat ini masih kerap menjatuhkan hukuman yang tinggi, kepada para penyalahguna Narkotika. Hal ini dikatakan oleh seorang Bapak terdakwa, yang merasa hukuman yang di jatuhkan kepada anaknya terasa memberatkan.
Berbicara kepada medanbisnisdaily.com beberapa hari yang lalu, Bapak yang enggan disebutkan namanya tersebut, mengatakan bahwa anaknya memang dinyatakan hakim bersalah atas pasal penyalahgunaan narkotika (pasal 127 UU No 35 Tahun 2009). Namun hukuman pidana penjara yang dijatuhkan hakim, dinilainya terlalu berat.
"Dalam persidangan tuntutan yang diajukan Jaksa adalah hukuman 3 tahun. Dan biasanya, jika tidak ada hal memberatkan tambahan, maka biasanya hakim akan mengurangi sepertiga masa hukuman dari tuntutan Jaksa tersebut. Artinya vonis yang akan dijatuhkan adalah 2 tahun. Namun pada perkara anak saya, hakim tetap memvonis 3 tahun, padahal tidak ada hal memberatkan tambahan pada dirinya," jelasnya.
Malah, menurut dia, hal-hal yang meringankan lah yang banyak pada anaknya tersebut. "Dia belum pernah dihukum, berkelakuan baik dan tidak berbelit-belit selama persidangan, menyesali perbuatan nya, selain itu dia juga kepala keluarga, yang merupakan tulang punggung dan sosok ayah bagi anak-anak nya," imbuhnya.
Oleh karena itulah, kata dia, kurang adil rasanya karena hakim menjatuhkan vonis 3 tahun penjara. Padahal hukuman maksimal pasal 127 UU Narkotika adalah 4 tahun penjara.
Dilatari oleh ketidakpuasan Bapak tersebut, medanbisnisdaily.com mencoba menelusuri Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN RAP. Dan setelah diamati, ternyata banyak vonis dengan hukuman yang relatif berat, yang dijatuhkan hakim kepada para terdakwa penyalahgunaan narkotika.
Padahal jika dilihat dari riwayat perkara, jelas-jelas terdakwa/terpidana merupakan korban penyalahgunaan narkotika. Selain itu jumlah barang buktinya juga relatif sangat sedikit. Misalnya dalam perkara bernomor 410/Pidsus/2020/PN Rap atas nama P alias K, dimana dalam dakwaan P alias K jelas-jelas disebut sebagai pembeli Narkoba (pemakai), dengan barang bukti 0,07 gram sabu, namun vonis yang dijatuhkan hakim adalah pidana penjara selama 4 tahun Subsider denda Rp 800 juta (3 bulan kurungan).
Begitu juga dengan perkara bernomor 398, dengan terdakwa PRH, yang juga tertangkap setelah membeli sabu seberat 0,28 gram, dihukum penjara selama 5 tahun Subsider denda Rp 800 juta (3 bulan kurungan) oleh Majelis Hakim PN RAP. Dan masih banyak contoh lainnya yang ditemukan.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan imbauan Mahkamah Agung yang telah mengeluarkan surat edaran (SEMA) no 4 tahun 2010 yang menginstruksikan kepada para hakim agar menjatuhkan hukuman rehabilitasi kepada para pencandu/penyalahguna narkoba.
Ketika hal ini dikatakan kepada Bapak yang disebutkan diawal, ia menilai bahwa tindakan para hakim ini, dianggapnya, tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan aspek psikologis para terdakwa penyalahguna narkoba.
"Coba bayangkan bagaimana nasib keluarga (anak istri terdakwa) yang dihukum dengan hukuman berat tersebut," sesalnya.
Sementara Humas PN Rantauprapat, Deni Albar ketika dikonfirmasi, Jumat (18/9/2020) mengatakan bahwa putusan hakim, senantiasa berdasarkan fakta yang ada persidangan, baik itu tuntutan Jaksa maupun pembelaan yang dilakukan terdakwa.
Selain itu, Deni juga menambahkan bahwa vonis tersebut merupakan hasil musyawarah majelis hakim. "Saya tidak bisa meminta, karena Hakim ini kan tahu (bersifat) mandiri, hakim ini tidak bisa dicampuri, jadi bagaimana dan apa hasil musyawarah mereka, itulah hasilnya (vonis), kita tidak bisa mencampuri itu, karena itu merupakan hak mereka," ujarnya.
Lebih lanjut Deni mengatakan bahwa pihak-pihak yang tidak puas dengan hukuman yang dijatuhkan Hakim pada tingkat pengadilan pertama, diberi hak untuk mengajukan banding.
Namun Deni tidak menampik bahwa salah satu faktor yang menyebabkan hakim menjatuhkan vonis yang cenderung berat, adalah karena tiadanya pembelaan yang dilakukan terdakwa.
"Kita disini (pengadilan) hanya menerima apa yang diajukan oleh Polisi ke Jaksa dan Jaksa ke kita. Itu yang kita sidangkan. Kita tidak boleh melebihi dari itu," imbuhnya.