Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Suara generasi milenial dengan rentang umur 17-34 tahun tak bisa dipandang sebelah mata dalam Pilkada Serentak 2020. Sebab menurut Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), saat ini setidaknya 34,4% dari 265 juta jiwa rakyat Indonesia ada di rentang umur emas tersebut..Sementara itu, KPU memprediksi jumlah pemilih muda saat ini diperkirakan mencapai 70-80 juta atau 35-40% dari 139 juta pemilih. Lantas, ke mana arah perkiraan suara generasi milenial ini pada Pilkada 9 Desember 2020 mendatang?
Menarik Simpati Suara Milenial
Melihat fenomena tersebut membuat generasi milenial menjadi “lahan” suara yang menggiurkan dalam pertaruhan politik, dan berkemungkinan menjadi penentu siapa yang bakal menjadi pemenang Pilkada 2020. Hal ini tentunya membuat elit politik, para pendukung paslon, maupun tim kampanye berlomba untuk meraih semaksimal mungkin suara generasi milenial ini. Kendati begitu, meraup suara milenial bukanlah hal yang mudah. Sebab, generasi milenial butuh pemimpin yang tahu kondisi mereka. Ketika menyampaikan apa program, visi dan misi harus dalam suasana informal dan gaya politik yang cair dan luwes. Tidak kaku dengan aturan protokoler dan birokrasi lainnya.
Generasi milenial tak menyukai hal-hal yang bersifat kaku, formal, dan gaya politik kasta. Sebaliknya, mereka senang dengan hal-hal yang sifatnya milenial, informal, gaya politik yang cair dan luwes. Sebab, generasi milenial yang akan memilih nanti merupakan dewa elektoral yang akan menentukan siapa pemenang Pilkada 2020.
Oleh karena itu, calon bupati/walikota harus kreatif untuk menjalan strategi merebut suara milenial. Kegiatan-kegiatan yang seru, lebih menginspirasi, mencerahkan dan menggerakkan dengan penuh kegembiraan harus dilakukan untuk menggandeng anak muda. Tidak kaku, suasana yang cair, akan menarik simpati mereka . Bila sudah begini suara mereka tentu akan mengalir kepada paslon yang mengerti kondisi dan situasi generasi milenial.
BACA JUGA: Tantangan Bahasa Indonesia di Era Milenial
Di tengah Pandemi Covid-19, serta kondisi perekonomian bangsa yang sulit, tentu dialami juga oleh generasi milenial karena mereka hidup di masyarakat juga dalam naungan keluarga. Oleh karena itu, generasi milenial butuh kejelasan lapangan pekerjaan dan kejelasan masa depan mereka. Fenomena tersebut menuntut kreativitas baik dari calon bupati/walikota atau tim suksesnya.. Bagaimana meramu strategi yang jitu memberikan harapan dan solusi yang tepat mengatasi permasalahan tersebut. Mereka mengharapkan sesuatu yang baru dan otentik dari para bakal calon seperti soal solusi biaya pendidikan, kesehatan, dan masa depan yang lebih baik.
Untuk itu, kontestan yang akan berkontestasi pada Pilkada 2020 harus berbicara mengenai penciptaan lapangan kerja dan industri kreatif. Bagaimana menciptakan lapangan kerja serta perbaikan ekonomi adalah strategi kampanye dalam ekonomi. Penciptaan lapangan pekerjaan harus dilakukan untuk mengentaskan pengangguran, sekaligus peningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Program membangun ekonomi yang kuat, membuka lapangan kerja, jiwa kewirausahaan, industri kreatif demi kemandirian bangsa tentu akan menarik atensi generasi milenial di tengah ketidakpastian masa depan mereka.
Selain itu, bagaimana memberikan motivasi kepada generasi milenial agar mampu berwirausaha. Karena anak muda yang berjiwa entrepreneur akan selalu berpikir positif, melihat peluang, serta senantiasa fokus untuk mengejar target yang sudah ditentukan. Sehingga anak muda dan pegiat ekonomi kreatif dapat membuka lapangan kerja. Banyak kisah anak muda yang sukses dengan berbagai usaha, seperti Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Hal ini tentu sesuai dengan kaum millenial yang mampu beradaptasi dan sangat menjawab kebutuhan zaman.
Untuk itu, tim kampanye harus membuat konten kampanye yang menarik untuk meraih hati pemilih milenial. Konten kampanye yang dimaksud haruslah yang mencirikan generasi milenial. Sebab, generasi milenial tak menyukai pesimisme. Kreatif, optimis berjiwa milenial, akan menarik simpati mereka. Selain itu, tim kampanye harus dapat mengelola isu-isu politik dan kehidupan secara baik. Tidak memancing berbagai sentimen negatif, di mana hal itu tak disukai generasi milenial. Karena hal itu membuat mereka tidak nyaman generasi muda tersebut mengingat mereka adalah generasi yang optimis. Jika hal ini terjadi, kontestan yang akan berkontestasi dalam Pilkada 2020 akan semakin kesulitan dalam merebut suara milenial jika tak mampu mengelola isu dengan baik di hadapan mereka.
Penutup
Suara generasi milenial atau pemilih pemula diyakini sangat menentukan dalam Pilkada serentak, tanggal 9 Desember 2020 mendatang. Bagaimana relawan dan tim kampanye untuk menarik simpati mereka melalui suasana informal dan gaya politik yang cair dan luwes sesuai dengan gaya generasi milenial saat ini. Selain itu, pemilih milenial saat ini merupakan generasi yang cerdas dan rasional. Rasional itu artinya mereka melihat siapa yang lebih berbasis struktural. Siapa yang lebih menyediakan kesempatan untuk mereka berkarir untuk berprofesi sesuai cita-cita mereka. Itu yang akan mereka pilih. Mana pihak yang dapat menarik simpati generasi milenial dalam Pilkada 2020 nanti! Kita tunggu saja!
====
Penulis Guru SMA Negeri 1 Dolok Batu Nanggar, Simalungun
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]