Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Humbahas. Kepala Dinas Pertanian Humbang Hasundutan (Humbahas), Junter Marbun melalui kuasa hukumnya Maruli M Purba SH didampingi Roy Novem Sianturi SH melakukan klarifikasi sekaitan dengan viralnya video mirip dirinya di media sosial yang menerima sejumlah uang untuk kegiatan fisik (proyek) di OPD yang dipimpinnya. Klarifikasi itu dilakukan melalui konferensi pers yang diadakan di ruang rapat mini sekretariat kantor bupati, di Dolok Sanggung, Rabu (4/11/2020).
Maruli menjelaskan, video yang berdurasi sekitar 9 menit itu diambil sekitar pertengahan Maret 2020. Menurutnya, video tersebut tidak mewakili seutuhnya pertemuan antara si pembuat vidio berinisial HM (Hotman Marbun) dan juga tanpa sepengetahuan temannya berinisial PM.
“Narasi yang berkembang seolah-olah ada peristiwa penyuapan. Fakta yang sebenarnya tidak tergambarkan dalam video itu. Vidie di dalam ruangan kepala dinas pertanian itu tidak mencerminkan pertemuan sesungguhnya. Awal pertemuan itu hanya membicarakan tentang kelompok tani. Dan Kadis mengenal keduanya juga sebagai kelompok tani di daerah Bakkara. Pertemuan itu berlangsung sekitar 1.5 Jam. Dan satu jam pertama masih membahas seputaran kelompok tani, dan suasananya berdiskusi dengan pintu terbuka dan staf di sana bebas keluar masuk,” jelasnya.
Sebelum peristiwa itu, beber Maruli, Hotman kerap bertelepon pada kadis, bertanya dan meminta pekerjaan di Dinas Pertanian. “Dalam perjalanan diskusi itulah HM dan PM melanjutkan percakapan mereka melalui seluler tentang pekerjaan yang terposkan di daerah Onan Ganjang dan Parlilitan. Namun, dijawab oleh kadis tidak ada pekerjaan yang disebutkan itu. Bahkan lebih jauh lagi disebutkan tidak ada pekerjaan yang bisa diberikan pada mereka di dinas pertanian,” imbuhnya.
Lanjutnya lagi, justru HM menarasikan dan berharap dapat diberikan pekerjaan sambil menawarkan fee proyek. “Kadis mulai gerah, dan suasananya ketika itu HM sedikit memaksa. Ya seperti dalam rekaman itulah ada tawaran uang untuk fee proyek. Hanya, dengan etika dan kekerabatan di sini sungkan rasanya menyuruh pulang atau mengusir. Untuk menyudahi pembicaraan, maka disampaikanlah fee proyek 14 sampai 15 persen dengan harapan mereka sadar diri bahwa uang yang mereka tawarkan tidak sanggup. Semangatnya di situ, dengan harapan sehingga mereka segera keluar,” katanya.
Namun karena nada pembicaraan sudah meninggi dengan kesan memaksa menggunakan alasan kekeluargaan, kadis menyebut agar uangnya diletakkan saja. Usai beberapa menit kemudian keduanya HM dan PM barulah meninggalkan ruangan.
“Esoknya, dan inilah yang tidak terekspose. Kadis menelepon agar mengambil kembali uang tadi. Namun mereka tetap memohon agar diberi pekerjaan tadi. Akhirnya, setelah 2 pekan mereka kembali mengambil kembali uang itu dari rumah kontrakan kadis di Dolok Sanggul. Itulah narasi utuh dari peristiwa itu,” ujar Maruli.
Setelah itu, sebut Maruli, HM kerap menghubungi Kadis untuk meminta bantuan berupa uang dan kerap diabaikan. “Pada 27 Oktober viral lah video rekaman pembicaraan itu. Mungkin itulah kaitannya selama ini. Sehingga cuplikan video tadi berbeda dengan narasih utuh yang kami sampaikan ini. Ini juga sudah kita laporkan pada pihak kepolisian adanya rekaman secara diam-diam tanpa kita ketahui, dan pertemuan itu bukan milik publik dan direkam secara diam-diam dan melanggar UU ITE. Laporan itu tertulis untuk ditindaklanjuti dan diproses secara hukum, karena sudah merugikan harkat dan martabat sebagai kepala dinas maupun secara pribadi,” katanya.
Maruli juga menegaskan konferensi pers ini merupakan somasi terbuka pada seluruh masyarakat Humbahas agar tidak mempelintir terkait cuplikan dalam video itu. “Belum ada putusan dan proses hukum terhadap peristiwa itu, sehingga jangan ada yang menjustifikasi bahwa perbuatan itu adalah perbuatan korupsi terhadap kadis pertanian. Untuk peristiwa ini dalam cuplikan video itu, kami akan berangkat dari UU ITE pasal 31 ayat 2 dengan ancaman hukuman 9 Tahun. Biarlah penegak hukum yang membuktikan itu. Itu yang kita tegaskan,” paparnya.
Ditanya tentang dialektika yang terjadi dicuplikan video layaknya negosiasi fee proyek 15, 14 dan 13 persen. Maruli mengatakan, pihak perekam yang mengantarkan uang sudah mengeluarkan bahasa-bahasa yang kesannya mencoba mengintervensi, dengan menekankan bahwa mereka sudah mendapat persetujuan dari bupati.
“Artinya begini, tadi sudah kita jelaskan, bahwa itulah cara kadis memutus komunikasi, bahwa fee yang ditawarkan tadi tidak laku. Ini tujuannya hanya untuk memutus komunikasi dengan keduanya. Artinya, ini hanya untuk menyuruh mereka pulang,” ungkapnya.
Saat ditanya kenapa uang tadi tidak serta-merta dikembalikan dan justru menunggu waktu hingga 2 pekan? Maruli menjelaskan itu sebagai keabaian oleh kadis. “Keduanya sudah disuruh pulang, namun karena secara personal sudah dikenal, secara etik dianggap kurang sopan karena tidak sesuai dengan kearifan lokal di sini. Jadi kelemahan kadis ini, terlalu menuansakan komunikasi lokal, terlampau menjaga perasaan. Jadi diterima dulu, besok baru dikembalikan. Kenapa sampai dua minggu bukan kita menahan uang itu, kita suruh ambil justru mereka kerap memaksa untuk meminta pekerjaan. Namun setelah mereka cross cek pekerjaan itu tidak ada, barulah mereka mengambil uang itu kembali,” pungkas Maruli.