Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Mengacu kepada realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara (Sumut) yang minus 2,6% di triwulan III, menunjukkan Sumut masih berpeluang untuk tumbuh negatif di triwulan IV-2020. Meskipun nanti angkanya berpeluang untuk membaik. Namun, besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi Sumut akan tetap negatif.
Motor penggerak ekonomi Sumut di akhir tahun ini masih sangat terbatas. Belanja pemerintah masih menjadi motor penggerak utamanya. Dan aktivitas ekonomi masyarakat juga belum sepenuhnya menunjukkan adanya pembalikan arah yang signifikan. Semuanya masih menunjukkan adanya kemungkinan membaik, tetapi belum akan pulih seperti saat sebelum pandemi berlangsung.
Menurut pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, saat ini, ada hal menarik yang bisa dicermati dari kebijakan Bank Indonesia (BI) yakni tentang kebijakan suku bunga acuannya. Semua tahu bahwa laju tekanan inflasi di Indonesia termasuk Sumut itu terbilang rendah. Untuk SUMUT secara year to date belum mencapai 1%. Dan suku bunga acuan BI 7 DRR masih bertahan di level 4%.
"Artinya apa? Harusnya besaran suku bunga acuan BI itu pada dasarnya masih memiliki ruang untuk menguat lebih jauh. Tetapi BI belakangan sangat dominan dalam kebijakan moneternya, tetapi tidak dengan kebijakan suku bunga acuannya," katanya, Senin (9/11/2020).
Gunawan menilai, apa yang dilakukan BI sudah tepat. Untuk kebijakan suku bunga acuan, memang tidak harus selamanya mengacu kepada laju tekanan inflasi saja. Harus juga dipertimbangkan kebijakan lainnya seperti menjaga nilai tukar. Di tengah resesi seperti sekarang ini nilai tukar rupiah jangan sampai bergerak liar karena sangat berpeluang untuk memicu terjadinya resesi yang lebih besar.
Sejauh ini, suku bunga acuan Bank Sentral AS memang berada di kisaran 0%. Akan tetapi bukan berarti Indonesia harus mengikuti dan menyesuaikannya kearah yang sama. Sekalipun inflasi dalam negeri terbilang kecil belakangan ini.
Kebijakan lain yang dilakukan BI adalah pendanaan APBN. Sekalipun ini merupakan kebijakan yang dinilai kurang baik dalam tatanan ekonomi, tetapi BI ikut terlibat secara langsung dengan membantu pemerintah menyelamatkan daya beli masyarakat. Melalui skema pembelian SBN di pasar perdana dan secara langsung.
Pelonggaran kebijkan moneter dengan dengan injeksi ke perbankan oleh BI juga sangat membantu dalam program penyelamatan ekonomi nasional. Di tengah resesi, perbankan masih mampu bertahan sejauh ini. Dan tentunya hal tersebut sangat mendukung kerangka kebijakan pemerintah dalam meminimalisir dampak buruk pandemi Covid-19 terhadap ekonomi nasional.
Jadi apa yang dilakukan oleh BI belakangan ini merupakan suatu hal yang tidak biasa dilakukan oleh BI sebelumnya. BI terlibat secara langsung dalam menyokong APBN sehingga pemerintah bisa memberikan bantuan sosial, menjaga stabilitas ekonomi makro, pendanaan non public goods-UMKM, terlibat dalam program penyelematan ekonomi nasional hingga mampu meminimalisir dampak resesi.
"Paling penting, kerangka kebijakan ekonomi yang dilakukan BI dengan membantu program pemerintah tersebut berlandaskan atas aturan baku yang jelas yang justru tidak merugikan BI di kemudian hari," kata Gunawan.