Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Hari Guru Nasional yang tiap tahunnya diperingati pada 25 November, sejatinya harus menjadi momen untuk kembali memuliakan guru. Merayakan hari guru, jangan hanya membiarkan para guru upacara, sementara masyarakat menonton. Hari guru adalah saat yang tepat bagi setiap orang untuk menengok para guru yang telah berjasa dalam hidup mereka.
Namun saat ini harus diakui bahwa profesi guru belum mendapatkan tempat di mata sebagian masyarakat. Dalam masyarakat pseudomodern seperti sekarang ini, penghormatan terhadap sesama lebih didasarkan pada perolehan kuantitas kasat mata seperti mobil mengkilap, rumah megah, dan pakaian mentereng, ketimbang kualitas abstrak seperti kecerdasan, integritas, dan pengabdian seseorang. Sebagai kaum termarjinalkan, guru jauh dari simbol-simbol duniawi tersebut. Pudarnya martabat guru diperparah lagi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang dapat diakses oleh para guru.
Perkembangan iptek, dan inovasi-inovasi model pembelajaran, hampir tidak menyentuh kinerja guru. Akhirnya praktik di kelas menjadi "ritual" usang yang tak tersentuh pembaruan selama bertahun-tahun. Pendidikan telah tercekat makna hanya pada persekolahan bukan pada pembelajaran. Walaupun dengan situasi pandemi yang memaksa para guru untuk adaptif dengan teknologi yang dikarenakan pembelajaran jarak jauh, namun kondisi demikian belum menyentuh pada keseluruhan guru untuk melek teknologi.
Memuliakan Guru
Bagaimana mulianya posisi guru di mata Tuhan pernah diilustrasikan pada alkisah dengan sangat indah. Di akhirat nanti, ketika pintu surga sudah dibuka dan barisan-barisan semua calon penghuni surga dipersilakan masuk, tak ada satu pun yang bergerak. Barisan itu terdiri dari para dermawan, pahlawan, orang tua yang penuh tanggung jawab pada keluarganya, mereka yang rajin ibadah dan amal saleh, dan sekian barisan lain yang kebajikannya jauh lebih berat ketimbang dosa-dosanya.
BACA JUGA: Mencari Sosok Guru yang Melegenda
Melihat barisan tidak segera masuk ke surga, malaikat pun heran dan bingung. Ada apa gerangan? Malaikat kemudian mendekati barisan, lalu bertanya kepada mereka. Akhirnya malaikat tahu sebabnya. Rupanya, semua calon penghuni surga mempunyai alasan yang sama.
”Kami tidak mau memasuki taman surga sebelum rombongan guru masuk lebih dulu. Kami bisa membedakan baik dan buruk, kami bisa menjalani hidup dengan baik dan bermakna sehingga mengantarkan kami ke surga, semuanya itu berkat didikan guru-guru kami.” Begitulah, setelah barisan guru yang tadinya berdiri di belakang, dipersilakan masuk surga lebih dulu, kemudian baru rombongan lain mengikuti di belakangnya.
Secara hakiki dan asali, guru adalah mulia, menjadi guru berarti menjadi mulia, bahkan kemuliaannya sama sekali tidak memerlukan atribut tambahan/aksesoris. Memuliakan profesi guru adalah kemuliaan, dan hanya orang-orang mulia yang tahu bagaimana memuliakan dan menghargai kemuliaan.
Bangsa ini harus belajar lagi, bagaimana cara-cara memuliakan guru dari bangsa lain. Pada tahun 1957, ketika Sputnik sukses diluncurkan Rusia, masyarakat Amerika Serikat heboh karena merasa tertinggal. John F Kennedy yang kala itu masih senator bertanya, "What's wrong with our classrooms?" Sejak itu pendidikan di Negeri Paman Sam berubah secara mendasar. Ditandai dengan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merekrut Barbara Morgan, seorang guru—menggantikan posisi Christa McAuliffe yang juga guru, sebagai satu dari tujuh awak pesawat ruang angkasa Endeavour. Pelibatan guru dalam proyek canggih yang elitis dan sangat prestisius itu didorong oleh kesadaran negara tentang pentingnya sisi edukasi, penyebarluasan semangat ilmiah dan eksplorasi bagi generasi penerus.
Begitu pula dengan Jepang. Ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh sekutu, yang pertama Kaisar Jepang lakukan adalah mencari tahu bagaimana keadaan guru-guru sembari membangun kembali sektor pendidikan dari nol. Hasilnya, Jepang tumbuh pesat menjadi negara yang disegani dunia. Begitulah kehadiran guru di negara maju, senantiasa berada pada top of mind para pemimpin dan masyarakatnya.
Peringatan Hari Guru Nasional 2020, kita ajak untuk mengembalikan kehormatan dan kemuliaan guru tak lagi bisa ditawar untuk menyelematkan masa depan negeri ini. Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim, juga berpesan kepada para guru, bahwa menjadi guru bukanlah pengorbanan, namun sebuah penghormatan. Karena guru merupakan tempat awal pembentukan karakter seseorang selain orangtua yang berada di rumah. Menurutnya, guru adalah profesi yang mulia dan terhormat. Selamat Hari Guru. Sungguh Mulia dirimu, Wahai Guru.
====
Penulis Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas di SMA Negeri 1 Matauli Pandan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]