Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatra Utara, Djarot Saiful Hidayat memantik suhu panas politik di Kabupaten Samosir pasca Pilkada Serentak 2020. Mantan Calon Gubernur Sumut itu melempar tudingan bahwa Pilkada Samosir diwarnai politik uang hingga Rp 100 miliar. Alhasil, pasangan calon yang mereka usung, yakni Rapidin Simbolon-Juang Sinaga (Rap Berjuang), keok, meskipun berstatus petahana. Pasangan calon Vandiko Timotius Gultom-Martua Sitanggang (Vantas), sebagai pemenang Pilkada Samosir versi hitung cepat pun buka suara soal tudingan anggota DPR-RI tersebut.
Pasangan Vantas lewat Martua Sitanggang pun bukan-bukaan soal isu money politic di Pilkada Samosir tersebut. Ia blak-blakan bahwa untuk menjadi calon kepala daerah butuh dana yang tidak sedikit. Menurutnya, dengan sisitem politik sekarang ini, mana ada calon kepala daerah yang tidak mengeluarkan duit. Apalagi, dalam Pilkada Samosir, mereka berstatus penantang. Yang mereka lawan adalah pasangan petahana.
Kata Martua, duit itu dibutuhkan untuk melobi partai politik guna memberikan dukungan. Selain itu juga biaya sosialisasi kepada masyarakat.
"Apa benar itu (money politic) gak, kita kan punya analisis sendiri, kita mulai sosialisasi, memilih partai, membeli partai. Membeli partai aja sudah tahu lah kita, kita ambil semua partai, tanpa PDIP, coba bayangkan berapa itu duitnya," kata Martua kepada medanbisnisdsaily.com, Minggu (13/12/2020).
Selain itu, papar Martua, bersama pasangannya Vandiko, mereka membagikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka Natal berupa paket sembako dan bantuan beras 5 kg per jiwa kepada masyarakat yang terkena dampak penyebaran virus corona atau Covid-19.
"Bayangkan itu. bukan sedikit ada 60.000 paket Natal. Pada Covid-19, kami membantu beras. Kami memberikan beras bukan per KK (kepala keluarga), tapi per jiwa. Kadang-kadang satu rumah tangga ada 5-6 orang, itu dapat 30 kg per rumah tangga, jadi bukan seperti program pemerintah per KK. Kita per jiwa," bebernya.
Bahkan jauh sebelum penetapan calon oleh KPU, terang Martua, pihaknya sudah membantu masyarakat yang kekeringan akibat musim kemarau dengan mengirimkan mobil tangki.
"Kita membantu (mengatasi) kemarau pakai mobil tangki, isikan air ke gunung-gunung, waktu itu belum ditetapkan KPU malah, kami terus bagikan air. Masyarakat minta perbaikan jalan berlubang, kami ratakan. Itu dana pribadi," bilangnya.
"Mencari kepala daerah itu bukan duit kecil, harus siapkan sesuaikan dengan budget kita kan. Kalau money politic, kita kan tahu, sebelum kami penantang, bagaimana mereka cari kepala daerah, logistik yang diutamakan," sambungnya.
Calon petahana, lanjut dia, sudah melakukan apa yang mereka lakukan saat ini ketika melawan bupati sebelumnya. "Semua masyarakat Indonesian ini mengenai pilkada, apa bisa kita jadi kepala daerah tanpa uang, tanpa logistik? Kita sebagai penantang, kita melihat kabupaten Samosir sangat memperihatinkan kehidupan masyarakat khususnya petani," terangnya.
Ketika ditanya berapa jumlah logistik yang dihabiskan Vandiko - Martua untuk kontestasi Pilkada Samosir, dia mengaku tidak tahu. Sebab, tidak menghitung. Namun, dia memastikan sumber dana tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
"Dari Paslon masukkan dana kampanye, sumbangan dari luar, orang tua Vandiko relasinya banyak, mereka nyumbang sesuai aturan. Kalau dibilangnya sampai Rp 100 miliar, itu kan isu, kita tidak mau meracuni rakyat," terangnya.
BACA JUGA: Calonnya Keok di Pilkada Samosir, PDIP Duga Ada Politik Uang Rp 100 Miliar
Kalah di Kabupaten Samosir, PDI Perjuangan Sumatra Utara (Sumut) menduga ada praktik politik uang yang terjadi dalam Pilkada Samosir 2020. "Ada dua kabupaten yang kami duga melakukan praktik politik uang, yakni Samosir dan Karo. Di Samosir bahkan praktik politik uang itu berlangsung massif dan jumlahnya sampai Rp 100 miliar. Ada yang dibayar sampai Rp 1 juta per kepala," kata Ketua DPD PDIP Sumut, Djaro Saiful Hidayat.
Dikatakan Djarot, pihaknya memiliki data terkait itu dan timnya sedang melakukan investigasi. "Ada dua kabupaten yang kami duga melakukan praktik politik uang, yakni Samosir dan Karo. Di Samosir bahkan praktik politik uang itu berlangsung massif dan jumlahnya sampai Rp 100 miliar. Ada yang dibayar sampai Rp 1 juta per kepala," kata Djarot.
Rapidin Simbolon menegaskan pihaknya tidak akan meneken hasil rekapitulasi perolehan suara Pilkada Samosir yang akan dikeluarkan KPU nantinya. Pasalnya, mereka menduga terjadi praktik money politic secara terstruktur, sistematis dan massif.
"Kami tidak akan menandatangani hasil pengumuman dari KPU karena kami melihat ada pembiaran dari Gakkumdu terkait dugaan money politic," tandas Rapidin saat menggelar konferensi pers Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Samosir, di aula Kantor Bupati Samosir, Jumat (11/12/2020).