Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Israel dan Indonesia dikabarkan akan melakukan normalisasi hubungan. Jika benar maka RI dan Israel akan menjalin hubungan diplomatik.
Lalu jika itu benar terjadi apa untungnya buat ekonomi Indonesia?
Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, Indonesia bisa memanfaatkan Israel sebagai pasar non-tradisional.
"Tentu, ini selera karena perekonomian Israel yang potensial mengingat negara ini mempunyai pendapatan per kapita hingga US$ 42 ribu. Artinya dengan kelas konsumsi ini permintaan terhadap produk barang dan jasa bisa dalam bentuk apapun mulai dari produk mentah hingga produk jadi," terangnya kepada detikcom, Senin (14/12/2020).
Di samping itu, lanjut Rendy, Israel memiliki perkembangan teknologi yang merupakan salah satu terbaik di dunia. Hal itu bisa dimanfaatkan dengan menggandeng Israel untuk investasi di bidang teknologi.
Sementara Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mencatat, produk-produk impor terbesar di Israel adalah berlian. Israel memang dikenal sebagai negara terbesar untuk pemrosesan dan perdagangan berlian dunia.
Lalu impor terbesar lainnya adalah minyak mentah dan kendaraan bermotor. Menurut Tauhid jika dilihat dari portofolio impornya, Indonesia tidak bisa mengambil keuntungan.
"Sepertinya kita belum punya peluang, karena dia butuhnya diamond, minyak mentah, kendaraan bermotor seperti mobil termasuk pesawat. Jadi kebutuhan impornya seperti itu, saya belum tahu produk pertanian dan lainnya," terangnya.
Tauhid melanjutkan, jika dilihat dari negara tujuan ekspor Indonesia, kawasan timur tengah memang merupakan pasar non tradisional Indonesia. RI relatif kecil melakukan ekspor ke kawasan itu.
Untuk minusnya, Yusuf memandang Indonesia dan Israel belum mempunyai hubungan diplomatik resmi. Sehingga akan relatif sulit untuk merealisasikan kerjasama ekonomi jika belum mempunyai hubungan diplomatik resmi.
"Selain itu tentu akan ada sentimen negatif dari negara-negara yang berseteru dengan Israel khususnya negara timur tengah seperti misalnya Arab Saudi atau bahkan negara tetangga seperti Malaysia yang tidak mengakui Israel sebagai negara. Jadi tentu ini akan sedikit banyak mempengaruhi penyesuaian perjanjian perdagangan/bilateral antara Indonesia dengan negara-negara yang disebutkan di atas," ucapnya.
Senada dengan Yusuf, Tauhid juga menilai minusnya lebih cenderung ke ranah politik. Selain itu dia juga menilai akan ada gejolak di dalam negeri khususnya masyarakat Indonesia yang lebih memiliki hubungan batin dengan Palestina.
"Saya kira akan ada penolakan, karena masalah sejarah ya dan sikap Indonesia yang kita membela kemerdekaan Palestina. Jadi kalau Palestina belum merdeka saya kira agak berat," tuturnya.(dtc)