Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Washington DC. Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) mengizinkan dilakukannya eksekusi mati terhadap dua narapidana pembunuhan yang terinfeksi virus Corona (COVID-19). Mahkamah Agung menolak putusan pengadilan lebih rendah yang menunda eksekusi mati kedua narapidana itu demi menunggu mereka sembuh dari Corona.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (15/1/2021), putusan Mahkamah Agung itu dijatuhkan pada Kamis (14/1) malam waktu setempat. Mayoritas hakim agung MA menolak penundaan eksekusi mati untuk kedua narapidana yang divonis mati atas dua kasus pembunuhan berbeda.
Dengan putusan tersebut, maka salah satu narapidana yang bernama Corey Johnson akan disuntik mati di bilik eksekusi di Terre Haute, Indiana, pada Kamis (14/1) waktu AS, sesuai jadwal sebelumnya.
Johnson divonis mati atas pembunuhan tujuh orang di Virginia tahun 1992 sebagai bagian dari sindikat pengedar narkoba. Pengacaranya berargumen Higgs mengalami disabilitas intelektual yang berarti akan inkonstitusional untuk mengeksekusi mati dia.
Baca juga:
Lisa Montgomery Jadi Perempuan Pertama yang Dieksekusi di AS dalam 70 Tahun
Sementara satu narapidana lainnya yang bernama Dustin Higgs akan disuntik mati pada Jumat (15/1) malam waktu AS. Higgs divonis mati terkait penculikan dan pembunuhan tiga wanita di Maryland tahun 1996 lalu. Dia tidak membunuh secara langsung ketiga korban, namun divonis bersalah telah mengawasi pembunuhan keji yang terjadi.
Pengacara Higgs juga menggugat pelaksanaan eksekusi mati terhadap kliennya atas alasan hukum lainnya, selain diagnosis positif Corona. Namun sejauh ini, Mahkamah Agung mengizinkan seluruh eksekusi mati dilakukan sejak pemerintahan Presiden Donald Trump melanjutkan kembali eksekusi mati tahun lalu, setelah hiatus selam 17 tahun.
Pada Selasa (12/1) waktu setempat, hakim Tanya Chutkan dari Pengadilan Distrik AS memerintahkan penundaan eksekusi mati terhadap kedua narapidana itu setidaknya hingga 16 Maret mendatang, untuk memberikan waktu kepada kedua narapidana sembuh dari Corona.
Penundaan itu diputuskan sesuai dengan pernyataan pakar medis yang menyatakan paru-paru kedua narapidana yang rusak akibat virus Corona akan memicu penderitaan tak terkira jika keduanya disuntik mati. Pihak pengacara berargumen bahwa hal itu akan melanggar Amandemen ke-8 Konstitusi AS yang melarang hukuman 'kejam dan tidak biasa'.
Namun panel hakim pada Pengadilan Banding AS untuk District of Columbia membatalkan putusan hakim Chutkan. "Amandemen ke-8 'tidak menjamin narapidana atas kematian tanpa rasa sakit -- sesuatu yang, tentu saja, tidak dijamin untuk banyak orang'," demikian putusan panel hakim.
Trump yang sejak lama mendukung hukuman mati, mengawasi dimulainya kembali pelaksanaan eksekusi mati secara federal di AS sejak musim panas lalu meskipun pandemi Corona merajalela.
Presiden terpilih AS, Joe Biden, yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang, telah menegaskan dirinya akan berupaya menghapuskan hukuman mati di AS.(dtc)