Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Rekson Silaban hadir di Kota Medan untuk peluncuran buku "Perjuangan Tanpa Batas" karya tulis Marim Purba dan Sabam Sopian Silaban. Siapakah Rekson? Menarik mengulas sosoknya.
Ia adalah aktivis buruh yang pernah membidani Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI), dan berkelana melalui wadah serikat buruh dunia World Confederation of Labour (WLC), dan melalui afiliasi baru International Trade Union Confederation (ITUC) berpusat di Belgia.
Aktivis yang juga ditempa dari pergerakan organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) itu, memiliki segudang pengalaman dalam memperjuangkan nasib buruh dalam dan luar negeri.
Tidak saja isu dalam negeri, juga isu globalisasi diseriusi alumni Universitas Simalungun (USI) itu. Sehingga ia tak jarang menjadi pembicara kunci dalam penyelesaian sengketa buruh di berbagai negara.
Rekson pun menjadi sosok yang disegani. Dalam masalah buruh, ia mengedepankan dialog daripada konflik. Hingga kemudian dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kapasitasnya diperhitungkan.
Anggota Governing Body International Labour of Organization (ILO) 2004-2012 ini berhasil meluluhkan SBY agar menjadikan 1 Mei (May Day) sebagai hari libur nasional, sebagaimana yang pernah diberlakukan di masa Presiden Soekarno.
Hingga masa pemerintahan Presiden Jokowi, kapasitasnya juga diperhitungkan. Kemudian pada 2017, Rekson ditawari sebagai Komisaris Jamsostek mewakili pekerja.
Ia langsung menerimanya dengan harapan lewat lembaga itu, tetap memperjuangkan nasib buruh. Rupanya sampai sekarang, tenaga dan pemikirannya masih dipakai sebagai dewan pengawas di BPJS Ketenagakerjaan.
Dari aktivis yang menentang pemerintah lalu membantu pemerintah, menurutnya adalah proses. Sebab ada waktunya dimana harus menentang dan dimana harus membantu.
"Pergerakan itu hanya ada dua. Menentang pemerintah dan membantu pemerintah. Menentang itu dalam arti mengkritik pemerintah," sebut Rekson.
Kembali ke riwayat pergerakannya, menurut suami dari Merdy Ervina Rumintjap berdarah Minahasa itu, akibat kapitalisme globalisasi, seorang aktivis bukan hanya berpikir masalah domestik saja, melainkan juga harus berpikir masalah-masalah internasional.
Rekson mencontohkan masalah pandemi misalnya. Pandemi itu bukan masalah domestik, tapi membuat kita menderita semua. "Atau krisis global yang terjadi di Amerika atau Eropa yang juga berimbas kepada kita. Jadi kita tidak boleh hanya melihat masalah domestik saja, karena akar-akarnya itu dari luar Indonesia," ujarnya.
Sebagian besar pergerak dan perjuangan hidup Rekson, dikisahkan dalam buku setebal 204 halaman yang diluncurkan di Cafe Habitat Medan, Selasa (09/02/2021) sore. Namun eksemplarnya masih terbatas. Selengkapnya buku itu akan dicetak lagi agar bisa dibeli masyarakat luas.