Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Beberapa minggu ini sepertinya media seakan tak berhenti memberitakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setalah membuat pernyataan meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah. Pernyataan itu disampaikan saat peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020 pada Senin (8/2/2021). Jokowi juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk berkontribusi dalam perbaikan pelayanan publik. Sebelumnya di Hari Pers Nasional, Jokowi juga sempat menyinggung soal ruang diskusi dan kritik.
Pernyataan Jokowi ini pun langsung menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Karena selama ini Jokowi dianggap sebagian masyarakat sebagai penguasa antikritik, setelah katanya beberapa tokoh dipenjara karena kerap melontarkan kritikan terhadap pemerintah. Dengan demikian pernyataan Jokowi dianggap paradoks tak sejalan antara ucapan dan perbuatan.
Yang mengejutkan lagi, Jusuf Kalla (JK) mantan sekutu Jokowi pada periode pertama pemerintahan Jokowi, turut mengomentari pernyataan Jokowi tentang kritik. Bahkan JK sempat mempertanyakan bagaimana cara kritik presiden agar tidak dipanggil polisi.
Jokowi bukanlah antikritik seperti yang katakan. Jika memang beliau antikritik mungkin saja Rocky Gerung tak bisa lagi kita dengar ocehannya di media. Rocky Gerung dikenal sangat tajam dan getol melakukan kritikan terhadap Pemerintahan Jokowi. Toh sampai saat ini beliau masih bebas berkeliaran dan berkomentar bukan malah meringkuk di penjara.
Jika kita runut, pengkritik yang diproses hukum semuanya bukanlah orang-orang yang nyata memberikan kritik kepada pemerintah, melainkan hanya penebar fitnah dan ujaran kebencian atau mungkin saja memiliki agenda tersembunyi dengan tujuan tertentu.
Menyoal orang yang ditangkap maupun dilaporkan ke aparat penegak hukum, pada dasarny atidak bisa dijadikan patokan bahwa Jokowi antikritik. Jokowi tidak pernah melakukan pembungkaman, penyanderaan hak berpendapat dengan menggunakan kekuasaannya. Lihat saja setiap kebijakan Jokowi selalu saja mendapat kritikan-kritikan tajam.
Sampai detik ini Kwik Kian Gie Rocky Gerung, Rizal Ramli bahkan dengan bebas mengkritik pemerintah setiap saat. Memang beberapa bulan lalu mantan pejabat era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Moehammad Jumhur Hidayat ditahan, tapi bukan serta merta karena kritikan, namun ada dugaan agenda lain yang terselip.
Menurut keterangan polisi, Jumhur Hidayat ditangkap lantaran memiliki pola menghasut yang mengakibatkan terjadinya gerakan anarkistis dan vandalisme saat demonstrasi tolakOmnibu sLaw.Begitu juga dengan Veronica Koman yang menjadi buronan interpol. Bukan sekadar alasan karena ia mengkritik pemerintah, tapi karena penyebaran berita hoaks yang bisa menyulut kerusuhan. Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kawasan Surabaya pada 17 Agustus 2019.
Kembali lagi mengenai pernyataan Presiden Joko Widodo yang menginginkan kritik, patut diapresiasi, sebab pernyataan yang disampaikan di depan publik bukan tanpa risiko. Pernyataan yang dilontarkan seakan tanpa beban, hal ini bisa terucap karena pada dasarnya Jokowi bukanlah penguasa antikritik.
Kritik yang dimaksud Presiden ialah kritik yang membangun, dengan uraian fakta dan data yang akurat, tanpa ada unsur apapun di belakangnya. Disampaikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku di Negara Indonesia. Kritik tanpa hoaks yang menyesatkan. Bukan tanpa alasan, banyak sekali peristiwa-peristiwa yang sepatutnya tidak perlu terjadi dan merugikan masyarakat hanya karena penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian.
Masyarakat harus cerdas dalam menyampaikan kritik dengan mengikuti aturan yang berlaku. UU ITE yang selama ini dianggap sebagai alat pembungkam ternyata akhirnya Presiden dengan cepat merespon. Ia mendesak agar UU ITE yang disinyalir terdapat pasal karet untuk segera dapat diajukan revisi. Semua itu dilakukan hanya karena beliau menjunjung tinggi kebebasan berpendapat.
Saat ini siapa sih pengkritik yang benar-benar ditahan lalu dijebloskan ke penjara? Jika hanya diperiksa polisi itu sah-sah saja dan memang begitulah prosedurnya untuk mengetahui motif yang melatari.
Toh, jika pun ada beberapa tokoh ataupun warga yang ditahan lalu dipenjara, mereka pasti memiliki agenda lain, bukan sekadar kritikan yang murni untuk kemajuan. Polisi sebagai aparat penegak hukum bisa dengan cepat mengetahui motif dan tujuan jika memang kritikan itu memiliki agenda tersembunyi di belakang. Kelompok maupun orang yang demikianlah yang akhirnya diproses hingga sampai dilakukan penahanan.
Presiden memahami bahwa kritik merupakan obat dan suatu keharusan agar proses pembangunan berjalan sesuai koridor yang ada. Era modern saat ini, apalagi dalam negara demokrasi, sulit rasanya untuk membungkam people power yang bisa meledak kapan saja. Jadi, membungkam orang untuk bicara kebenaran saat ini sangat tak mungkin bisa dilakukan. Untuk itu masyarakat harus dapat berpikir jernih tanpa membabi buta memandang dari satu sudut pandang saja. Tetap semangat Bapak Presiden, teruslah berbuat yang terbaik untuk Indonesia!
====
Penulis Koordinator Puskami (Pusat Kajian Masyarakat Independen)/Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]