Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Peringatan Hari Hutan Sedunia telah diperingati 2 hari yang lalu, tepatnya tanggal 21 Maret 2021. Pada tanggal yang sama juga menjadi hari libur resmi di Jepang ketika terjadi ekuinoks vernal (titik musim semi), dimana siang dan malam durasinya sama panjang. Hari libur ini bertujuan untuk berterima kasih kepada alam dan mencintai makhluk hidup. Tidak berbeda jika yang terjadi adalah ekuinoks autumnal, di belahan dunia lain menyambut gembira dengan mengadakan festival gugur yang meriah.
Seperti di Italia festivalnya bernama Alba White Truffle, pada musim panen ini ribuan pengunjung akan beramai-ramai membeli dan mencicipi aneka makanan dari petani lokal. Di India disebut Diwali yang secara harfiah berarti deretan lampu yang menyala, dimana warga mendekor jalanan dengan lampu minyak dan menyalakan kembang api. Di Amerika Utara bernama Thanksgiving. Keseluruhan festival di atas secara sederhana adalah untuk mensyukuri, dan merayakan akhir musim panen. Tidak diketahui secara persis apa kaitan antara Hari Hutan Sedunia dengan sumbu bumi yang tegak lurus dengan matahari, sehingga durasi waktu siang dan malam hampir sama di belahan dunia manapun.
Barangkali kita dapat menghayati perayaan di atas sebagai bentuk luapan gembira dalam hal hubungan timbal balik antara manusia dengan bumi. Manusia menanam dan bumi memberikan hasilnya. Hubungan ini sejatinya harus dijaga kelestariannya. Bumi dan seluruh kekayaannya dapat terus dimanfaatkan selama manusia dan bumi berada pada porsinya masing-masing. Manusia harus menjaga kelestarian bumi sebagai media tanamnya, dan tentu bumi akan memberikan hasil panen yang maksimal setelah itu.
Keadaannya saat ini tidak demikian. Manusia tidak lagi menjaga bumi tempat tinggalnya, terkhusus sebagai tempat mencari penghidupan. Hari Hutan Sedunia yang menjadi resolusi PBB itu berlatar belakang jumlah luasan hutan yang terus berkurang setiap tahunnya. Walhi menilai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berlaku kontra terhadap resolusi itu dan menciderai kebijakan yang berkomitmen mencegah perubahan iklim yang telah dibuat setelah meratifikasi Perjanjian Pari di New York dan terbitnya UU No 16 tahun 2016 tentang ratifikasi perjanjian Paris. Dengan keluarnya kebijakan food estate pada kawasan hutan pada beberapa daerah akan berakibat deforestasi yang meningkat pesat, memperbesar ketimpangan penguasaan dan penyusutan kawasan hutan. Akibatnya rusaknya ekosistem hutan, seperti tumbuhan dan hewan langka yang merupakan keanekaragaman hayati yang harus dijaga dan dilestarikan serta bencana ekologis yang semakin sulit dicegah.
Walhi menyebutkan dalam arahan Presiden pada Ratas Food Estate, memiliki 3 tujuan yang tidak berdasar sama sekali. Tujuan tersebut antara lain: (1) mengatasi krisis pangan akibat pandemi, (2) mengatasi perubahan iklim, (3) mengurangi ketergantungan impor.
Pertama, krisis pandemi dapat dijawab dengan desentralisasi pangan, memberikan dukungan langsung pada petani, juga penyelesaian ketimpangan lahan. Kedua, pemerintah Indonesia malah menjadi penyumbang terbesar emisi yang berasal dari sektor AFOLU (Agriculture, Foresty, Other Land Use/Pertanian, Kehutanan dan alih fungsi lahan lainnya. Ketiga, dengan disetujuinya omnibus law yang semakin menjauhkan upaya melepaskan diri dari ketergantungan impor dari kata berhasil.
Lokasi proyek food estate yang berada di Sumatra Utara, Kalimantan Tengah dan Papua itu menurut Sigit Hardiwanto selaku Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan akan menjadi upaya mendukung ketahanan pangan nasional yang mendesak. Sigit menambahkan, seperti yang ditulis BBC Indonesia, tanaman hutan yang direncanakan akan memperbaiki kualitas hutan lindung. Kawasan food estate juga tidak harus dilakukannya pelepasan kawasan hutan, tetapi berada pada kawasan hutan lindung yang memenuhi syarat, seperti sudah tidak ada tegaknya pohon atau fungsi hutan lindungnya sudah tidak ada lagi.
Terkait Peraturan Menteri LHK nomor 24 tahun 2020 yang memuluskan langkah terjadinya penggunaan hutan lindung untuk proyek food estate, Dedi Mulyadi selaku Wakil Ketua Komisi IV DPR RI menilai KLHK telah melampui perannya. Semestinya mengembalikan fungsi hutan lindung sebagai penyangga ekosistem dan mencegah bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
Dedi menambahkan, KLHK harus membatalkan kebijakan tersebut, karena hutan lindung yang tidak produktif dapat dilakukan reboisasi dan mengembalikan lagi fungsi hutan lindungnya. Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan lahan perkebunan Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar untuk ditanami pangan. Ada sekitar 1,5 juta hektar lahan HGU yang terlantar dan 344.000 hektar lahan HGU masih berupa hutan seperti yang dicatat Forest Watch Indonesia (FWI) pada 2019.
Oleh karena itu, momentum Hari Hutan Sedunia dan ekuinoks vernal ini kita jadikan sebuah bahan kontemplasi. Dimana kita dapat memperoleh keseimbangan pada permasalah hutan di Indonesia.
Seperti yang dikatakan Dedi Mulyadi, pemerintah dapat terlebih dahulu menggunakan HGU yang terlantar dan yang masih berupa hutan untuk alasan pemenuhan pangan. Tidak harus menggunakan hutan lindung untuk alasan itu. Dengan demikian pemerintah dapat mengurangi laju deforestasi yang akan berakibat bencana ekologis nantinya serta kerusakan-kerusakan lingkungan lainnya. Sehingga permasalahan pangan dapat diselesaikan dan hutan tetap lestari.
====
Penulis Alumni Teknik Sipil Universitas Medan Area Medan
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]