Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Gunungsitoli. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat monitoring centre prevention (MCP) sebagai upaya pencegahan korupsi dalam pengelolaan keuangan daerah di 5 kabupaten-kota se-Kepulauan Nias relatif rendah. Dari data KPK 2019-2020 menunjukan MCP ke-5 kabupaten/kota itu masih di bawah rata-rata Sumatra Utara 80%.
Bila diukur dari 8 area pengelolaan keuangan daerah yang terdiri dari perencanaan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa,
perizinan, kapabilitas pengawasan APIP, manajemen ASN, optimalisasi pendapatan daerah, manajemen aset daerah dan tata kelola dana desa. Maka, untuk instansi Kota Gunungsitoli menunjukan angka MCP sebagai upaya pencegahan korupsi dalam pengelolaan keuangan sebesar 56,75%, Kabupaten Nias 45,00%, Nias Selatan 30%, Nias Barat 28,15% dan Nias Utara 23%.
Menurut Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Korupsi KPK Wilayah I, Maruli Tua, MCP Kabupaten Nias Utara sebesar 23% menunjukan angka rendah pencegahan korupsi di wilayah Sumatera Utara bila dibandingkan dengan Pemko Siantar hampir 94%.
Dalam Rakor pemberantasan korupsi kepala daerah se-Kepulauan Nias terintegrasi bersama KPK di kantor Walikota, Rabu (28/4/2021), Maruli mengungkapkan, bahkan Kabupaten Nias memiliki rapor merah di Sumatera Utara.
"Skor MCP Nias merah di Sumut. Bahkan secara nasional merah. Karena masih berada di bawah rata-rata MCP di wilayah Sumatera Utara sebesar 80%,"ungkapnya.
Maruli yang sempat melihat proyek pembangunan Kantor Bupati Nias, dipenuhi ilalang. "Ini karena perencanaan yang belum matang. Bisa saja karena tadi itu barangkali bagi-bagi proyek sehingga tidak begitu diperhatikan", tambah Maruli.
Selain itu, parahnya lagi, di antara 8 area yang menjadi pengelolaan keuangan daerah untuk pencegahan korupsi, disebutkan Maruli, Kabupaten Nias Barat memiliki skor rendah, yakni 0,1% dalam hal tata kelola dana desa.
Melihat perkembangan praktik pengelolaan keuangan daerah bila diukur dari MCP sebagai upaya pencegahan korupsi, Maruli menjelaskan saat ini KPK sedang fokus pada 3 hal.
Dijelaskan yang pertama, memastikan pengelolaan APBD efektif dan efesien. Mulai dari tahap perencanaan penganggaran sampai pengadaan barang dan jasa.
Kedua, penguatan pengawasan inspektorat dan APIP. "Potretnya untuk Nias khususnya SDM dan juga sebagian Pemda lainnya penganggarannya masih terbatas. Makanya kami mendorong para bupati dan wakil wali kota agar pengawasan oleh inspektorat betul betul serius. Termasuk kecukupan pengawas dan kompetensinya. Kami yakin inspektorat bila dibenahi dapat terbantu minimal dalam pengelolaan anggaran memberikan konsultasi", ujarnya
Ketiga, penertiban serta penyelamatan aset daerah. "Targetnya, 5 kabupaten kota di Kepulauan Nias ini MCP-nya bisa mencapai rata-rata 80% di Sumatera Utara. Untuk Nias kami harapkan 70 % dulu harus tercapai di 2021", harap Maruli.
Sebelumnya, kata Maruli, KPK sempat pesimis sejak 2020 lalu terhadap MCP sebagai upaya pencegahan korupsi di 5 pemerintahan kabupaten/kota se-Kepulauan Nias.
"Kami memang agak hampir pesimis. Sebab setiap kami evaluasi sebagian pejabat terkait tidak hadir. Tidak menindaklanjuti evaluasi sebelumnya. Kami tagih tindak lanjutnya tidak memberi jawaban. Sehingga kami meragukan komitmen kepala daerahnya. Alasannya karena Pilkada kemarin", ujar Maruli Tua.
Maruli berharap, dengan bertemu muka dengan para bupati dan wakil wali kota pada pertemuan Rakor ini apalagi sudah menandatangani komitmen monitoring centre prevention (MCP) dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi pengelolaan keuangan daerah, maka tidak ada lagi keraguan untuk berbuat. "Kalau masih terulang lagi berarti komitmennya diragukan," tandasnya.