Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pandemi virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang melanda sejak tahun 2020 telah membuat bisnis UKM kerajinan kain tenun Tin Reihani sepi pembeli dan kesulitan dalam pemasaran. Meskipun demikian, pemilik Galeri Rehani Tenun Batik Batak Melayu tersebut tidak patah semangat dan terus mencari berbagai cara agar usaha yang telah berjalan selama bertahun-tahun tersebut tetap eksis dan bertahan menghadapi masa-masa sulit ini.
Tin Reihani merupakan salah satu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Medan yang bergerak di bidang kerajinan kain tenun dan turunannya. Usaha ini telah dijalankan sejak tahun 2014 dan mampu menghasilkan omzet hingga puluhan juta rupiah setiap bulan serta menyerap tenaga kerja.
Saat ditemui di galerinya yang berlokasi di Jalan Tuasan No 34 B, Medan, Tin mengatakan, selain kain tenun, dirinya juga memproduksi kain batik. Khusus batik, Titin menjalin kerja sama dengan Ardina Batik, UKM di Medan yang bergerak di bidang batik motif. Baik kain tenun maupun batik tersebut menggunakan motif khas daerah Sumut.
"Aneka macam kain tenun dan batik diproduksi disini. Seperti tenun Melayu, tenun ulos, kain batik tulis dan cap khas Sumut. Kemudian produk turunan dari kain tersebut dibentuk menjadi aneka pakaian, seperti kemeja dari bahan batik dan tenun ulos. Nah, dari sisa kain yang ada itulah, kami gunakan kembali untuk membuat tas batik, tas ulos, suvenir dan sebagainya tas. Semuanya dikerjakan dengan menggunakan motif etnik khas Sumatra Utara (Sumut). Seperti motif pucuk rebung, semut kerincing, itik pulang petang, motif gorga dan masih banyak lagi," tutur Tin kepada Medanbisnisdaily.com, Sabtu (26/6/2021).
Proses pembuatan kain tersebut, jelasnya, dilakukan secara konvensional, yakni dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Butuh waktu sekitar 2 minggu untuk menghasilkan satu lembar kain tenun berikut motifnya.
"Setelah menjadi kain, maka kita pola dan jahit menjadi aneka pakaian. Biasanya akan ada sisa pakaian yang biasa disebut kain perca. Kain-kain itu tetap memiliki manfaat. Bisa kita jadikan tas, dompet, aneka suvenir dan masih banyak lagi. Proses pengerjaan dilakukan bersama dengan para pegawai. Mereka ada yang bertugas sebagai penenun, penjahit serta pegawai toko," ujarnya.
Tin Reihani mengungkapkan, produk-produk tersebut dipasarkan di Kota Medan dan berbagai kota lainnya. Seperti Riau, Jakarta, Bandung dan lainnya. Untuk memperluas jaringan pemasaran, Tin aktif mengikuti aneka pameran baik di Medan maupun di daerah lain, termasuk di luar negeri seperti di Malaysia dan Thailand. Harga yang ditawarkan juga bervariasi. Untuk kain tenun mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 3.000.000 dan untuk pakaian mulai dari Rp 350.000. Semua tergantung jenis benang yang digunakan, motif dan faktor lainnya.
Dengan kerja keras yang dilakukan Tin bersama pegawainya, omzet penjualan yang diraih juga cukup besar. "Sebelum pandemi COVID-19, omzet bisa mencapai lebih dari Rp 30 juta per bulan," ujarnya.
Namun pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 lalu telah merubah banyak hal, termasuk bisnis yang dikelolanya. "Penjualan turun secara drastis, sampai 90 persen. Pesanan merosot tajam dan pameran secara tatap muka juga bisa dikatakan sudah tidak ada lagi. Kondisinya berubah drastis," tuturnya dengan sedih.
Tin mengakui jika pandemi COVID-19 ini sangat berat. Aktivitas usaha, termasuk sektor UKM terkena dampak dari pandemi ini. Namun dia tidak mau berlama-lama larut dalam kesedihan. Dirinya berusaha bangkit dari keterpurukan tersebut. "Saat itu saya berpikir jangan sampai usaha ini tutup. Apalagi ada pegawai yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini," ujarnya.
Tin terus berusaha mencari cara untuk mempertahankan usahanya. Setelah terus berusaha, wanita berusia 48 tahun tersebut akhirnya bisa menemukan peluang, yakni pembuatan masker dan pakaian alat pelindung diri (APD).
"Pada awal COVID-19 kebutuhan akan masker dan APD sangat tinggi, sedangkan pasokan sangat terbatas. Ada berbagai institusi yang meminta saya untuk membuat masker dan APD dengan standar yang sudah ditetapkan. Pesanan tersebut saya terima dan sejak itu banyak pihak yang memesan masker. Pesanan yang masuk mulai dari jumlahnya ratusan hingga ribuan unit untuk satu kali pemesanan," ujarnya.
Tin mengakui ada saja institusi yang melakukan pemesanan masker dan APD. Bahkan banyak juga yang memesan masker dengan menggunakan motif etnis khas Sumut. Meskipun omzet yang diraih belum sebesar sebelum pandemi COVID-19 menyerang, dirinya bersyukur atas pesanan yang masuk tersebut.
"Alhamdulillah. Yang penting roda usaha tetap berjalan. Selain itu, ada juga pesanan untuk pembuatan suvenir dengan motif khas etnis di Sumut. Bulan ini, saya juga berhasil mendapatkan pesanan pembuatan seragam sebanyak 50 pcs. Meski belum seperti sebelum pandemi, setidaknya omzet di masa awal pandemi yang tinggal 10 persen bisa meningkat menjadi sekitar 30 persen. Ini yang harus kita syukuri," ujarnya.
Berkat keuletannya, Tin juga berhasil terpilih mengikuti program Beli Kreatif Danau Toba (BKDT), suatu program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang bertujuan untuk membantu kalangan UKM yang terdampak pandemi COVID-19.
Dalam program tersebut, Tin mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pendampingan baik secara online dan offline. Dirinya bersyukur, sebab dari pelatihan BKDT tersebut, Tin melihat ada peluang memanfaatkan sistem pemasaran secara online dan penggunaan teknologi digital untuk memasarkan produknya.
"Saya mendapat pelajaran yang sangat berharga dari BKDT. Kami diajarkan banyak hal, mulai dari diperkenalkan dengan sistem pemasaran secara online, pembuatan pembukuan, dan produk kami dibantu pemasarannya," ujarnya.
Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari 1 tahun ini menyadarkan Tin akan pentingnya pemanfaatan teknologi komunikasi atau internet secara optimal. Sebab selama ini Titin masih belum memanfaatkan sistem pemasaran online dengan maksimal.
"Dari pelatihan BKDT inilah saya diajarkan untuk memanfaatkan teknologi komunikasi untuk memperluas jaringan pemasaran, sehingga nantinya dapat meningkatkan omzet penjualan. Apalagi selama pelatihan itu, sudah ada produk saya yang dipasarkan secara online laku terjual. Ini menjadi peluang bagi saya untuk mengembangkan sistem pemasaran," jelasnya.
Tin mengatakan, di satu sisi, pandemi COVID-19 telah memukul usaha yang dijalaninya selama bertahun-tahun. Namun disisi lain, pandemi ini juga menyadarkan dirinya bahwa masih ada cara lain untuk meningkatkan pemasaran usahanya, yakni dengan memanfaatkan teknologi komunikasi, di antaranya internet. "Pandemi COVID-19 bukan penghalang bagi kita untuk berkarya. Harus tetap semangat," tutupnya.