Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MESKI Indonesia masih dirundung oleh pandemi Covid-19 yang belum tentu kapan berakhir, tapi geliat kontestasi politik 2024 saban hari kian gaduh. Hal itu bisa dilacak dari kemunculan berbagai relawan politik akhir-akhir ini. Sebut saja, figur Ganjar Pranowo yang semenjak perseteruannya dengan PDI Perjuangan telah mendorong kelahiran berbagai bentuk relawan politik. Mulai dari relawan darat hingga yang bergerak di lini media sosial. Bahkan hingga saat ini tercatat telah banyak terlahir relawan politik pendukung Ganjar Pranowo. Sebut saja, ada Teman Ganjar (Tegar), Ganjarist, Dulur Ganjar, Gasmev, Sahabat Ganjar hingga berbagai organ relawan lainnya (10/6/2021).
Tentulah pendirian berbagai organ relawan politik ini mengonfirmasi bahwa kualitas partisipasi politik di Indonesia semakin membaik. Meski begitu, kualitas partisipasi politik ini juga sangat dipengaruhi oleh kian berperannya media sosial dalam semua lini kehidupan di Indonesia. Sehingga kemudian dapat lebih mudah mengajak masyarakat luas untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai urusan perihal politik dan pemerintahan.
Meski begitu, kemunculan fenomena relawan politik juga dipengaruhi oleh figur politik. Pasalnya kontur politik Indonesia lebih berbasis figur, sehingga masyarakat lebih tertarik mendukung figur politik ketimbang partai politik. Inilah sebenarnya yang membuat mengapa fenomena relawan politik lebih mudah bermunculan dalam politik berbasis figur.
Tapi ironisnya, tidak semua relawan politik yang hadir merupakan keinginan oleh mayoritas publik. Sebab, adapula komunitas relawan yang justru banyak ditolak oleh publik dikarenakan telah ikut membuat gaduh. Seperti komunitas yang baru ini telah mendeklarasikan diri sebagai relawan dengan mengatasnamakan Jokowi Prabowo (Jakpro) untuk 2024. Motif utama pendirian relawan politik Jakpro ini berupaya mendorong Presiden Joko Widodo untuk maju ketiga kalinya sebagai calon presiden dengan didampingi Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden (20/6/2021).
Tentulah motif utama pendirian relawan ini telah menyulut kegaduhan politik terutama di tataran relawan pendukung Jokowi. Pasalnya, bagi publik dan relawan pendukung Jokowi, usulan tersebut merupakan ajakan untuk bersama-sama melawan melanggar konstitusi yang sama artinya ikut mencederai demokrasi. Padahal selama ini publik telah diajari untuk berkomitmen pada amanat reformasi yang mana telah jelas mengatur bahwa masa jabatan presiden hanya dua periode.
BACA JUGA: Urgensi Pengembangan Digitalisasi UMKM
Lebih lanjut, komunitas relawan yang mendorong usulan presiden 3 periode bukanlah mayoritas relawan pendukung Jokowi. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri telah berulang kali menyatakan bahwa tidak berminat dan tidak mau lagi untuk kembali ikut berkontestasi. Artinya, bila Presiden Jokowi telah mengatakan begitu, sangat tidak mungkin organ-organ relawan Jokowi pendukung Jokowi akan mendukung usulan ini.
Dengan demikian, tentulah relawan politik Jakpro ini tidak memiliki kuasa politik kuat untuk mendorong perpanjangan masa jabatan presiden termasuk amandemen UUD 1945. Apalagi mayoritas partai politik pemenang pemilu yang duduk di DPR RI telah menolak usulan konyol ini.
Dengan begitu, tentu akan sulit bagi komunitas relawan Jakpro untuk bisa mendorong adanya amandemen UUD 1945. Selain itu usulan ini justru dapat merusak tatanan proses pendidikan politik yang selama ini telah digulirkan oleh berbagai komunitas relawan politik. Sebab selama ini publik sangat dibantu dalam pembelajaran politik dari kehadiran relawan politik.
Singkat kata, mendirikan komunitas relawan politik itu memang merupakan hak semua warga negara. Asalkan bertujuan untuk memperkuat demokrasi serta bisa melakukan transfer pembelajaran politik kewargaan. Dengan kata lain, pendirian relawan politik harus dapat bermanfaat bagi upaya memperkuat demokrasi dan bukan justru mencederai demokrasi.
Dengan demikian, mari kita gunakan kendaraan relawan politik untuk ikut memperkuat pelembagaan demokrasi dan transfer pendidikan politik kepada publik, bukan justru mengajari publik untuk melanggar konstitusi.
====
Penulis Peneliti Institute for Digital Democracy, Alumnus S2 Politik Pemerintahan UGM & Magister Akuntansi UII Yogyakarta
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]